WahanaNews.co, Jakarta - Yusuf Martak, Ketua Majelis Syuro Persaudaraan Alumni 212 atau PA 212, menyatakan bahwa PA 212, GNPF Ulama, dan Front Persaudaraan Islam (FPI) telah menutup peluang untuk memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) dalam Pemilihan Presiden 2024 yang akan datang.
"Nampaknya Insya Allah begitu (tidak dukung Prabowo). Mudah-mudahan," kata Yusuf menjawab pertanyaan wartawan apakah tertutup untuk dukung Prabowo, ketika ditemui di Menara Hijau, Jakarta, Rabu (20/9).
Baca Juga:
Presiden Prabowo Usulkan Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Gaza dalam Pertemuan dengan AS
Melansir CNN Indonesia, Yusuf berbagi pengalaman terkait Pemilihan Presiden 2019 yang telah berlalu. Pada saat itu, kelompoknya telah memberikan dukungan kepada Prabowo sebagai calon presiden.
Namun, ia merasa bahwa dukungan yang diberikan oleh ulama, umat, dan bahkan para ibu-ibu saat itu, telah ditinggalkan begitu saja oleh Prabowo setelah Pemilihan Presiden 2019 berakhir.
Padahal, menurut Yusuf, dukungan tersebut diberikan dengan sukarela dan tanpa adanya dukungan finansial sedikit pun.
Baca Juga:
Disaksikan Presiden Prabowo, PLN Perkuat Kolaborasi Global Bersama China untuk Swasembada Energi di Indonesia
"Itu umat yang berjuang begitu kuat sejak 8 sampai 9 bulan, para ulama, habaib, emak-emak akhirnya ditinggal begitu saja," kata Yusuf.
"Tapi akhirnya ditinggal begitu saja. Soal bergabungnya ke pemerintahan terpilih itu bukan masalah bagi kita. Tapi bagaimana dengan pejuang-pejuang yang berjuang, ada yang di tahanan, di rumah sakit, Habib Rizieq tak bisa kembali ke Indonesia," tambahnya.
Karenanya, ia memastikan PA 212, FPI dan GNPF Ulama tak ingin jatuh ke lubang yang sama. Baginya, pihak yang mengulangi kesalahan seperti demikian ibarat keledai.
Meski begitu, ia mengatakan Muhammad Rizieq Shihab bersama PA 212, GNPF Ulama dan FPI sampai saat ini masih mengkaji arah dukungannya di Pilpres 2024. Ia mengatakan sikap Rizieq dan organisasi Tri Pilar tersebut masih dalam tahap wait and see.
"Maka kami sedang mengkaji. Tadi malam kita rapat panjang dari jam 19.00 sampai 11.00 WIB malam dengan Habib Rizieq. Kita dalam status masih wait and see. Kita masih melihat," kata dia.
"Bisa jadi kita salurkan dukungan ini sebelum pendaftaran atau setelah pendaftaran. Kita enggak mau seperti beli kucing dalam karung," tambahnya.
Tutup pintu ke Prabowo
Lebih lanjut, Yusuf juga menegaskan sudah menutup pintu ke capres Prabowo sehingga tidak ada komunikasi terkait dukungan Pilpres 2024.
"Enggak. Dari pihak Prabowo tidak ada (komunikasi) yang secara formal. Dan memang kita tak buka pintu," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, mengungkapkan pembicaraan santai Prabowo Subianto mengenai masa lalunya yang dekat dengan kelompok intoleran.
"Memang benar kita mengkritisi itu. Tetapi dalam percakapan santainya, saya tidak ingat kata-kata yang tepatnya. Dalam percakapan itu, terdengar bahwa beliau merasa menyesal telah mengambil langkah tersebut," ujar Grace dalam acara kanal YouTube Total Politik, pada hari Sabtu (12/8/2023).
Grace menjelaskan bahwa Prabowo sempat bercanda mengenai salah satu tokoh yang akhirnya mendukung pihak lain dan menjadi lawan politiknya sebagai Menteri Pertahanan.
"Jadi ketika salah satu tokoh yang tadinya berada di sini, beliau berkelakar, 'Saya sekarang berada di sini, mengapa dia berada di sana.' Begitulah, kurang lebih seperti itu," ucapnya.
Grace merasa bahwa pernyataan Prabowo tersebut mengisyaratkan penyesalan. Namun, ia menyatakan bahwa ia tidak mendalami lebih lanjut dengan bertanya lebih jauh kepada Prabowo.
"Jadi, terdengar bahwa ada penyesalan, tetapi saya tidak mencoba mendalami lebih lanjut dengan pertanyaan tambahan. Yang saya tangkap adalah seperti itu," kata Grace.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, telah diinterpretasikan secara tidak benar dalam konteks Prabowo Subianto.
"Interpretasi yang merusak citra Pak Prabowo dan isu politik identitas yang belum terverifikasi dapat memiliki dampak negatif tidak hanya pada popularitasnya, tetapi juga pada stabilitas negara," kata Dasco.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]