WahanaNews.co | Pengamat politik dari The Indonesian Institute, Ahmad Hidayah menuturkan ada masalah komunikasi politik Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di bawah kepemimpinan Giring Ganesha.
Hal itu akan berbahaya bagi partai jika tidak segera diatasi.
Baca Juga:
Hinca Panjaitan Pimpin Tim Pemenangan Bobby-Surya di Pilgubsu 2024
“Menurut saya, ada yang salah dari komunikasi politik DPP PSI, khususnya di era kepemimpinan Giring,” ujar Ahmad saat dihubungi.
Ahmad mencontohkan masalah komunikasi politik PSI saat ini terkait dengan rajinnya Giring mengkritik berbagai program yang ada di DKI Jakarta.
Sebagai ketua umum, dia berkata Giring seharusnya fokus untuk mengawal isu nasional.
Baca Juga:
Bobby-Surya Percaya Hinca Panjaitan Pimpin Tim Pemenangan
“Seharusnya, Giring sebagai ketua umum PSI disibukkan dengan mengomentari isu nasional, bukan isu lokal,” ujarnya.
Terkait hal itu, Ahmad juga berkata Giring semestinya menyadari bahwa PSI punya kader yang berhasil lolos sebagai anggota DPRD. Sehingga, segala urusan yang menyangkut sebuah daerah bukan fokus DPP PSI.
“PSI tentu punya anggota legislatif di daerah lainnya. Jadi, kenapa PSI disibukkan dengan isu Jakarta? Padahal PSI juga punya anggota dewan daerah seperti di Tangerang Selatan ataupun Surabaya yang sama-sama kota besar,” ujar Ahmad.
Di sisi lain, Ahmad mengingatkan ada dampak serius jika DPP PSI tidak berbenah.
Salah satunya dampak paling mungkin terjadi adalah ditinggal pendukungnya dan kembali tidak lolos ke DPR pada pileg 2024.
Padahal, dia melihat branding PSI sejak awal berdiri adalah partai yang demokratis, terbuka, dan lekat dengan anak muda.
Selain itu, PSI juga berusaha menampilkan citra sebagai partai dengan konsep ataupun model partai yang berbeda dengan partai-partai yang telah ada, di mana model rekrutmen dan seleksi calon anggota legislatifnya tertutup.
Sebagai contoh, pada tahun 2018, PSI membuat terobosan dengan membuat tim seleksi anggota legislatif independen dari luar partai.
“Seingat saya, ada beberapa nama saat itu, salah satunya Mahfud MD,” ujarnya menambahkan.
Namun, citra PSI sebagai partai yang terbuka, demokratis, dan tidak elitis justru hancur ketika Giring terpilih menjadi ketua umum.
“Terlepas dari pemilihan Giring sebagai ketua umum sudah sesuai dengan aturan internal partai yang berlaku, namun publik tetap mempertanyakan jalannya Giring hingga terpilih? Dalam bayangan saya, ketika Grace Natalie mundur dari posisi ketua umum, PSI seharusnya membuat sebuah model seleksi yang terbuka dan diketahui oleh publik,” ujarnya.
“Sehingga, publik bisa mengetahui visi dan misi ketua umum PSI yang terpilih. Pemilihan Giring sebagai ketua umum terkesan mencederai citra PSI yang sudah terbentuk sebelumnya,” ujar Ahmad menambahkan.
Lebih dari itu, Ahmad berkata perbedaan pendapat atau saling kritik hal yang biasa saja. Bahkan suatu hal yang baik.
Namun, jika ditinjau dari kacamata kesiapan partai politik jelang pemilu 2024 yang tinggal dua tahun lagi, hal ini cukup mengkhawatirkan.
“Kita bisa ambil contoh partai politik lain. Misalnya, partai Hanura pada tahun 2018. Hasilnya, suara Partai Hanura turun dan gagal masuk ke DPR RI. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika partai politik sudah solid jelang pemilu 2024. Apalagi PSI yang saat ini belum mampu masuk ke DPR RI di pemilu pertamanya, tentu berambisi untuk meningkatkan performa. Untuk itu, kesolidan dan kesiapan partai perlu dibangun sejak saat ini,” ujar Ahmad. [Tio]