WahanaNews.co, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengabulkan sebagian dari gugatan yang diajukan oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
MK memutuskan untuk menghapus Pasal 14 dan 15 dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, dan keputusan ini diumumkan dalam sidang putusan perkara nomor 78/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis, 21 Maret 2024, yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 bersamaan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, dan meminta agar Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 bersamaan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Selain itu, pemohon juga meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, serta menyatakan bahwa Pasal 27 ayat (3) bersamaan dengan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa permohonan pemohon mengenai Pasal 27 ayat 3 UU ITE telah tidak relevan karena telah ada revisi UU ITE yang dilakukan oleh DPR. Namun, MK tetap mengabulkan sebagian dari gugatan lainnya.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Berikut amar putusan MK:
– Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (berita negara Republik Indonesia II nomor 9) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
– Menyatakan Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan ‘Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah’, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, ‘Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Berikut isi Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 yang dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 1945:
Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]