WahanaNews.co | Dalam catatan sejarah, istilah Dewan Jenderal berkaitan erat dengan Gerakan 30 September (G30S), lantaran Partai Komunis Indonesia (PKI), ketika itu menuding sejumlah jenderal sedang siap-siap mengkudeta Presiden soekarno.
Di dalam buku Jenderal TNI anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar (2008) karya Dasman Djamaluddin, sebelumnya PKI telah menggulirkan isu bahwa Dewan Jenderal akan merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno.
Baca Juga:
Anies di Semprot PDIP Gara-Gara Suruh Warga Pekikkan 'Merdeka' dengan Tangan Terbuka
PKI menilai bahwa ada rencana kudeta terhadap Presiden Soekarno dengan cara memanfaatkan pengerahan pasukan dari daerah yang didatangkan ke Jakarta dalam rangka peringatan HUT ABRI pada 5 Oktober 1965.
Akan tetapi kabar tersebut ditepis oleh Menteri sekaligus Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani.
Di dalam buku "Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional", Ahmad Yani mengatakan bahwa kelompok jenderal itu sebenarnya bernama resmi Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) dan hanya berfungsi sebagai penasihat bagian kenaikan pangkat dan jabatan dalam Angkatan Darat.
Baca Juga:
Megawati Soekarnoputri, Ibu Kartini Indonesia Masa Kini
Mereka bertugas membahas kenaikan pangkat dan jabatan dari kolonel ke brigjen dan dari brigjen ke mayjen dan seterusnya.
Isu Dewan Jenderal muncul dari kebocoran sebuah dokumen di kalangan PKI yang menyebut Dewan Jenderal sedang bersiap melakukan kudeta pada 5 Oktober 1965, dilansir dari Harian Kompas pada 9 Februari 2001.
Dokumen itu menyebut anggota Dewan Jenderal terdiri dari 25 orang. Penggerak utamanya adalah Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo, dan Brigjen Soekendro.