WahanaNews.co, Jakarta – Karena keberatan atas penetapan tersangka kasus rekayasa jual beli emas oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), Crazy Rich Surabaya Budi Said (BS) mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Praperadilan diajukan Budi Said melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea pada Senin, 12 Februari 2024. Permohonan itu teregister dengan nomor perkara: 27/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Baca Juga:
Tersangka Razman Nasution Jalani Tes Kesehatan & Sidik Jari di Bareskrim
Tergugat dalam permohonan ini adalah Kejagung Cq Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Hari ini sudah resmi mendaftarkan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Jampidsus, Kejaksaan Agung dengan pemohon adalah Bapak Budi Said," kata Hotman dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (12/2/2024).
Dalam permohonannya, Hotman meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Budi tidak sah dan batal demi hukum.
Baca Juga:
Hotman Paris Tantang Menteri HAM: Cukup Ponsel untuk Layani Rakyat, Bukan Rp 20 Triliun
Hal itu lantaran objek penyidikan masih dalam lingkup hukum perdata dan proses penyidikan tidak dilakukan secara benar menurut hukum acara.
Sebab, Budi sebagai tersangka tidak didampingi oleh penasihat hukum. Padahal, Budi diancam pidana penjara lebih dari 15 tahun.
"Menyatakan penahanan terhadap pemohon tidak sah dan batal demi hukum," ujarnya.
Selain itu, Hotman juga meminta agar Kejagung segera membebaskan Budi dari tahanan.
Pada 18 Januari lalu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan penetapan tersangka BS dilakukan penyidik usai memeriksa Budi dan melakukan gelar perkara.
"Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan secara intensif dikaitkan dengan alat bukti lain yang telah ditemukan penyidik, pada hari ini status yang bersangkutan kita naikan menjadi tersangka," ujarnya dalam konferensi pers.
Kuntadi menjelaskan dalam kasus ini Budi terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan pihak lainnya untuk menyalahgunakan kewenangan penjualan emas atau logam mulia dari Butik Surabaya 1 Antam.
Berdasarkan hasil pemeriksaan total 24 saksi, Kuntadi mengatakan aksi rekayasa dilakukan tersangka bersama EA dan tiga pegawai Antam berinisial AP, EK, dan MD pada periode Maret hingga November 2018.
Ia menyebut rekayasa dilakukan Butik Surabaya 1 dengan cara menjual emas di bawah harga yang ditetapkan PT Antam. Harga jual yang rendah kepada Budi itu disamarkan dengan dalih sedang ada pemberian diskon dari PT Antam.
"Sehingga oknum pegawai PT Antam dapat menyerahkan logam mulia kepada tersangka melebihi dari jumlah uang yang dibayarkan," jelasnya.
Untuk mengaburkan rekayasa itu, Kuntadi menjelaskan transaksi dilakukan secara offline sehingga PT Antam tidak bisa mengontrol kesesuaian antara jumlah emas yang keluar dengan nilai transaksi yang masuk ke Butik Surabaya 1.
Selanjutnya, Kuntadi menyebut para pelaku juga membuat surat ketentuan jual beli emas palsu untuk menyamarkan rekayasa transaksi jual beli emas antara tersangka Budi Said dengan Butik Surabaya 1 Antam.
Ia menambahkan, lewat surat palsu itu juga, PT Antam diposisikan seolah-olah masih memiliki tanggungan emas yang masih belum diserahkan kepada tersangka Budi.
"Berdasarkan surat palsu tersebut, seolah-olah PT Antam masih memiliki kewajiban menyerahkan logam mulia kepada tersangka. Bahkan atas dasar surat tersebut, tersangka mengajukan gugatan perdata," ucapnya.
Atas perbuatan rekayasa tersebut, Kuntadi mengatakan PT Antam diduga mengalami kerugian senilai 1.136 Kg emas logam mulia atau setara Rp1,266 triliun.
Dalam kasus ini, Budi diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebelumnya Budi tercatat pernah memenangkan gugatan di Mahkamah Agung dengan tergugat Antam pada tahun 2022.
MA saat itu menghukum Antam membayar ganti rugi kepada Budi sebesar 1.136 kilogram atau 1,1 ton emas batangan 24 karat.
[Redaktur: Apredo Gultom]