WahanaNews.co | Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga berpendapat momentum Partai NasDem mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) membuka peluang munculnya minimal lebih dari dua poros koalisi di Pilpres 2024.
Meski demikian, untuk mulus memajukan Anies pada 2024 mendatang, NasDem tak bisa sendirian alias harus berkoalisi dengan partai lain. Pasalnya, syarat ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam UU Pemilu adalah capres harus diusung 25 persen suara sah nasional atau pemilik 20 persen kursi di DPR dari pemilu sebelumnya.
Baca Juga:
Panaskan Mesin Partai, Nasdem Sikka Gelar Konsolidasi Pemenangan SARR dan SIAGA
"Minimal tiga poros, tapi bisa juga ada empat poros [koalisi]," kata Jamiluddin, Senin (3/10/2022) kemarin.
Jamiluddin mengatakan peluang lebih dari dua poros bisa muncul apabila komposisi rancangan koalisi parpol yang telah terbentuk saat ini tetap solid.
Poros pertama akan muncul dari koalisi NasDem, PKS, dan Demokrat. Jamiluddin mengatakan NasDem bakal berupaya keras mencari rekan parpol lain untuk berkoalisi agar Anies bisa maju capres.
Baca Juga:
Surya Paloh: Jokowi Pasti Pertimbangkan Matang-Matang Sebelum Lakukan Perombakan Kabinet
NasDem, kata dia, tentu akan menggaet terlebih dulu PKS dan Demokrat di mana keduanya belum memutuskan berlabuh ke koalisi mana pun sampai saat ini. Terlebih, lanjut dia, para pimpinan ketiga parpol itu intens berkomunikasi belakangan ini. Sambutan petinggi tiga parpol itu pun positif terkait pencalonan Anies.
Bila terjadi, koalisi tiga parpol itu sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen.
"Sangat besar peluangnya Demokrat dan PKS berkoalisi dengan NasDem. Tinggal mereka sepakati Cawapresnya," kata Jamiluddin.
Jamiluddin mengatakan isu cawapres di koalisi ini nantinya bakal lebih seksi. Mengingat tiap parpol pasti bakal mengajukan kader terbaiknya dampingi Anies. Namun, Ia menduga Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang berpeluang dipilih nantinya.
"Namun dilihat dari elektabilitasnya dari tiga partai itu, elektabilitas AHY paling tinggi. Karena itu peluang AHY menjadi cawapres lebih besar," tambahnya.
Poros koalisi lainnya yakni antara Golkar, PPP dan PAN yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Jamiluddin mengatakan poros ini ada kemungkinan bakal mengusung capres dari kader internal atau eksternal ketiga parpol tersebut. Koalisi ini sudah terbentuk, namun belum mengumumkan nama calon presidennya.
"Poros KIB kemungkinan mengusung Airlangga Hartarto-Ganjar Pranowo atau sebaliknya," kata dia.
Sementara itu, poros ketiga kemungkinan diisi PKB dan Gerindra. Jamiluddin memperkirakan poros ini menitikberatkan keputusan capres pada sosok Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
PDIP sebagai partai pemenang pemilu 2019 memiliki peluang untuk mengusung calon sendirian alias jadi poros tersendiri. Pasalnya, hanya PDIP yang memenuhi syarat untuk mengusung kandidat capres sendiri di Pilpres 2024 mendatang.
Akan tetapi, Jamiluddin mengatakan ada peluang besar PKB, Gerindra dan PDIP bisa berkoalisi menjadi satu poros. Ia merujuk pada safari politik yang dilakukan Ketua PDIP Puan Maharani seperti yang ditugaskan ibunya yakni Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Kalau hasil safari politik Puan Maharani tidak menghasilkan deal politik, maka bisa ada empat poros," duga Jamiluddin
Diketahui, Ketua DPP PDIP Puan Maharani belakangan ini kerap menggelar pertemuan dengan ketua umum parpol. Terakhir, Ia bertemu dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
"Tapi kalau empat poros, maka PDIP menjadi poros sendiri. Mereka bisa mengusung Puan Maharani-Erick Thohir," tambahnya.
Meski demikian, Jamiluddin mengatakan rencana bangunan koalisi itu masih dinamis. Perkembangan politik Indonesia tak bisa lepas dari dinamika yang menyertai ke depannya.
Pengamat politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai langkah NasDem mendukung Anies untuk mengeruk potensi ceruk suara pihak-pihak yang mendukung Anies.
Atau, dengan kata lain, adalah NasDem mengharapkan efek ekor jas (coat tail effect) yang bisa menguntungkan perolehan suara parpolnya pada Pemilu 2024.
"Keuntungan bagi NasDem tentu lebih pada potensi ceruk suara yang bisa diperoleh dari mereka yang mendukung Anies," kata Wasisto saat dihubungi kemarin.
Secara kalkulasi politis, lanjut Wasisto, hanya Anies sebagai tokoh populis yang suara pendukungnya belum tersalurkan ke parpol tertentu.
Tokoh-tokoh lain yang memiliki elektabilitas tertinggi dari hasil survei dianggapnya sudah memiliki segmen pemilih tersendiri.
"Kalau dibuat perbandingan, popularitas Prabowo [Menhan Prabowo Subianto] terkonversi ke suara Gerindra, Ganjar [Gubernur Jateng Ganjar Pranowo] terkonversi ke PDIP. Popularitas Anies belum terkonversi ke parpol manapun," kata dia.
Selain itu, Wasisto menilai deklarasi NasDem mengusung Anies sebelum masa jabatan yang bersangkutan sebagai Gubernur DKI berakhir itu adalah langkah strategis untuk memagari calon populer yang potensial menjadi capres definitif.
Ia melihat kondisi itu mirip ketika NasDem mempromosikan Jokowi ketika masih menjabat Gubernur DKI Jakarta hingga menjadi capres definitif.
"Artinya memang NasDem lihai dalam menaikkan figur populer yang punya kapasitas sebagai pemimpin populis," kata Wasisto. [rsy]