WahanaNews.co, Jakarta - Jaksa menghadirkan Ketua KPPS Luar Negeri Kuala Lumpur (KL) pos 009 dan 165, Happy Muhardi, sebagai saksi dalam kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 yang melibatkan tujuh terdakwa anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) KL Malaysia.
Happy mengatakan kotak surat suara miliknya sempat hilang selama dua hari.
Baca Juga:
Wabah Infeksi Bakteri 'Pemakan Daging' Merebak di Wilayah Jepang
Hal itu disampaikan Happy saat hadir secara virtual dan diperiksa sebagai saksi dalam persidangan di kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 Kuala Lumpur yang digelar di PN Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024).
Happy mengaku kesal saat mengetahui kotak surat suara posnya hilang.
"Pak Happy, masih ingat nggak apa yang terjadi pada tanggal 16 Januari 2024 sekitar jam 20.00 waktu Malaysia?" tanya jaksa dalam persidangan.
Baca Juga:
Direktorat Jenderal Imigrasi: Koordinasi Wilayah Petugas Imigrasi di Luar Negeri
"Saya kesal dengan salah satu asistensi yang ada di, yang berjaga di depan ruang aula, karena mengenai surat suara saya yang tidak ketemu," jawab Happy.
Happy menjelaskan awal mula hilangnya kotak surat suara tersebut. Dia mengatakan peristiwa hilangnya kotak surat suara itu terjadi pada 16 Januari 2024.
"Tidak ketemu ini maksudnya seperti apa Pak Happy?" tanya jaksa.
"Jadi kan setelah pemasangan stiker tanggal 10 kami harus datang tanggal 13, hari Sabtu bagi yang belum menyelesaikan semua, kami sudah data, kelompok kami KPPSLN 009, 165 masih menyisakan 41 surat suara yang belum dilabel. Kami diperintahkan oleh PPLN untuk datang hari Sabtu pagi, kami sudah datang ternyata ditunda ke tanggal 16. Kami datang lagi tanggal 16 pukul tiga ternyata surat suara sudah dicari sampai sore nggak ketemu. Karena sudah bolak balik, bolak balik dan kita sudah mau kerja tapi surat suaranya nggak ada ya saya agak kesal begitu bu," jawab Happy.
Dia mengatakan kotak surat suara itu dibungkus plastik warna biru lalu disolatip. Namun, kotak surat suara itu tak ditemukan meski sudah dicari hingga sore hari.
"Kesal karena capek bolak-balik gitu ya?" tanya jaksa.
"Iya, karena bolak-balik, dan saya juga sudah nyari surat suara di aula itu nggak ketemu, udah ke mana-mana nggak ketemu dari jam tiga itu," jawab Happy.
"Tidak ada memberikan informasi juga kotak suara berada di mana?" tanya jaksa.
"Semua nanya, 'surat suaranya seperti apa?' saya bilang dikotakin, dibungkus plastik warna biru. Kelompok kami membedakan dengan membungkus plastik warna biru kemudian disolatip, harusnya lebih mudah ketemu. Sedangkan di aula itu banyak kardus banyak benda-benda gitu Bu, kita sudah nyari ke mana-mana tapi nggak ketemu, kami masih ada tanggungan ya gimana kok sampai kayak gini surat suaranya sampai nggak ketemu ya saya kesal aja si Bu. Dan kata asistensinya itu bilang, 'sabar aja pak' dengan nada agak tinggi. Sebenarnya saya nanya dengan biasa tapi mereka sendiri yang nadanya agak tinggi itu yang kemudian saya emosi juga," jawab Happy.
Jaksa juga menghadirkan Sekretariat PPLN KL, Hendra Purnama Iskandar yang hadir secara virtual. Hendra mengatakan kotak surat suara itu berhasil ditemukan dari pantauan kamera CCTV.
"Untuk cek CCTV, jadi di mana kotak itu, kan kotaknya cukup besar jadi kami minta untuk cari lalu seperti yang tadi Mas Happy sampaikan kotak itu ada foto di grup, menyampaikan sudah ketemu kotaknya, lalu saya WA Mas Happy 'Mas ini katanya kotaknya sudah ditemukan tolong besok diverifikasi' saya juga lapor ke Ketua PPLN, tolong jangan diapa-apakan dulu, biarkan seperti apa adanya, besok dicek bersama Panwaslu dn Pak Happy untuk mengklarifiaksi apakah betul itu kotak yang ditinggalkan plus juga hasil CCTV," kata Hendra.
Jaksa lalu mendalami rentang waktu sejak kotak surat suara itu hilang hingga ditemukan. Hendra mengatakan kotak surat suara itu hilang selama dua hari.
"Tolong jelaskan berapa lama rentang waktunya? Antara jarak kehilangan dan ditemukan?" tanya jaksa.
"Jarak kehilangan ada mungkin, saya nggak ingat persis tapi hari ini hilang, besok lusanya ketemu, jadi dua hari," jawab Happy.
Sebagai informasi, tujuh terdakwa dalam kasus ini yakni Umar Faruk, Tita Octavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, A Khalil dan Masduki Khamdan Muchamad. Tindak pidana pemalsuan data itu dilakukan para terdakwa tahun 2023.
Umar menjabat sebagai Ketua PPLN Kuala Lumpur Malaysia, saat dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 di Kuala Lumpur itu dilakukan. Kemudian, Tita selaku anggota Divisi Keuangan PPLN, Dicky selaku anggota Divisi Data dan Informasi PPLN, Aprijon selaku anggota SDM PPLN, Puji selaku anggota Divisi Sosialisasi PPLN, Khalil selaku Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu PPLN serta Masduki selaku Logistik PPLN.
Para terdakwa didakwa memalsukan data dan daftar pemilih Pemilu 2024. Jaksa menyebut tindak pidana itu dilakukan para terdakwa di KBRI Kuala Lumpur.
"Telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan," kata jaksa dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (13/3) lalu.
Jaksa menyakini para terdakwa melanggar Pasal 544 dan atau Pasal 545 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[Redaktur: Sandy]