WahanaNews.co | Belum lama ini, polisi mengusulkan adanya pengaturan jam kerja pegawai kantoran di DKI Jakarta. Jam kerja kantoran diusulkan mundur guna mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta karena jam keberangkatan yang sama.
Namun, usulan ini ditolak mentah-mentah oleh konsultan properti.
Baca Juga:
Kantor Kesekretariatan KPU Labuhanbatu Utara Hangus Terbakar
Associate Director Knight Frank Indonesia, Andi Rina Martianti menilai memundurkan jam kerja pegawai kantoran merupakan hal yang sangat sulit.
"Jujur aja saya salah satu yang tentang hal ini, karena memang sangat tidak mudah kalau kita bekerja shift-shiftan ya, masuk siang begitu," kata Rina dalam paparan virtual Property Market Review Knight Frank semester I-2022, Kamis (11/8/2022).
Rina menyampaikan dari sisi occupiers alias perusahaan-perusahaan penyewa lahan kantor pasti akan menolak usulan ini karena membuat ongkos layanan kantor makin tinggi.
Baca Juga:
Pemkab Paluta Memastikan Ketersediaan Stok Komoditi di Gudang Perum Bulog Kantor Cabang Padangsidimpuan
Menurutnya, apabila jam kerja harus mundur artinya pekerja kantoran akan pulang lebih malam. Nah biaya pelayanan di gedung-gedung perkantoran akan makin mahal ongkosnya apabila beroperasi di atas jam 6 sore.
Jatuhnya, biaya yang dibebankan adalah ongkos overtime yang lebih mahal. Mulai dari penggunaan listrik hingga AC pun akan makin mahal, menurut Rina hal ini pasti akan dikeluhkan para occupiers.
"Kalau dilihat dari sisi occupiers, masalahnya adalah untuk biaya pasti akan lebih tinggi. Karena biasanya setelah jam 6 sore itu, itu akan berlaku biaya overtime baik listrik dan AC, dan setelah jam 6 itu biaya listrik bakal lebih tinggi," papar Rina.
"Menurut saya nggak akan mudah diterapkan (jam kerja dimundurkan), karena biaya pelayanannya akan sangat jauh lebih tinggi," lanjutnya.
Di sisi lain, Rina juga mengatakan penyedia transportasi umum di Jakarta pun bakal terbebani dengan rencana jam kerja yang dimundurkan. Pasalnya, operator harus meningkatkan jam layanannya.
"Ini juga pemerintah harus menekankan public transportation akan diperpanjang. Mungkin sekarang MRT sampai jam 10, mungkin nanti makin panjang, dan itu kan nggak akan mudah juga menurut kami," sebut Rina.
Rina menyampaikan dari sisi occupiers alias perusahaan-perusahaan penyewa lahan kantor pasti akan menolak usulan ini karena membuat ongkos layanan kantor makin tinggi.
Menurutnya, apabila jam kerja harus mundur artinya pekerja kantoran akan pulang lebih malam. Nah biaya pelayanan di gedung-gedung perkantoran akan makin mahal ongkosnya apabila beroperasi di atas jam 6 sore.
Jatuhnya, biaya yang dibebankan adalah ongkos overtime yang lebih mahal. Mulai dari penggunaan listrik hingga AC pun akan makin mahal, menurut Rina hal ini pasti akan dikeluhkan para occupiers.
"Kalau dilihat dari sisi occupiers, masalahnya adalah untuk biaya pasti akan lebih tinggi. Karena biasanya setelah jam 6 sore itu, itu akan berlaku biaya overtime baik listrik dan AC, dan setelah jam 6 itu biaya listrik bakal lebih tinggi," papar Rina.
"Menurut saya nggak akan mudah diterapkan (jam kerja dimundurkan), karena biaya pelayanannya akan sangat jauh lebih tinggi," lanjutnya.
Di sisi lain, Rina juga mengatakan penyedia transportasi umum di Jakarta pun bakal terbebani dengan rencana jam kerja yang dimundurkan. Pasalnya, operator harus meningkatkan jam layanannya.
"Ini juga pemerintah harus menekankan public transportation akan diperpanjang. Mungkin sekarang MRT sampai jam 10, mungkin nanti makin panjang, dan itu kan nggak akan mudah juga menurut kami," sebut Rina.
Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menyarankan agar jam keberangkatan pekerja diatur supaya tidak menumpuk pada jam yang sama. Usulannya ini berangkat dari hasil analisisnya terkait kemacetan Jakarta pada jam rawan pagi hari.
Dari hasil pengamatannya, mobilitas pekerja hingga pelajar berangkat pada jam bersamaan, sehingga mengakibatkan kemacetan di jalan.
"Sekarang gini, jam 6 sampai 9 pagi kan padat di Jakarta. Nah, jam 9 sampai jam 2 siang agak lengang di Jakarta. Maksud saya, jam 9 pagi ini (agar) ada pengaturan kegiatan masyarakat," kata Latif saat dihubungi, Rabu (20/7/2022) lalu.
Dia mengupayakan agar adanya peraturan yang bisa membagi waktu aktivitas di masyarakat, sehingga mobilitas di jalan bisa terurai. Salah satunya adalah memundurkan jam kerja para pekerja kantoran.
"Saya mengusulkan mengatur aktivitas kerja mereka. Seperti kelompok anak sekolah mereka aktivitasnya kan jam 7 pagi, kelompok pekerja esensial mereka apel di kantor jam 8, jam 9. Nah, yang kritikal jam 10 atau jam 11 siang, sehingga mereka akan berangkatnya tidak bersama-sama. Jadi saya ingin melakukan koordinasi ini," ungkap Latif.
"Jadi misalnya seperti kementerian kan jangan diwajibkan apel jam 7 pagi, tapi apel jam 9," lanjutnya.
Latif bilang selain jam berangkatnya tidak menumpuk, jam pulangnya pun lebih tersebar. Dia mengakui akan ada pegawai yang pulang lebih lama dari biasanya.
"Mereka pulangnya pun nanti tidak akan bersama-sama, jadi tersebar. Mereka berangkatnya lebih siang, pulangnya lebih sore," sebut Latif. [rin]