WahanaNews.co | Menyimpan uang tunai Rp 37 miliar di brankas sewaan perbankan atau safe deposit box (SDB), eks pegawai Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo jadi sorotan
Penemuan simpapanan Rafael di SDB Bank Mandiri itu terungkap setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melacak transaksi keuangan mantan PNS eselon III Ditjen Pajak tersebut.
Baca Juga:
Uang Hasil Judi Online “Dicuci” Jadi Hotel Aruss, Bareskrim Tetapkan 2 Tersangka
Bahkan, penemuan uang tunai di SDB tersebut tidak termasuk transaksi mencurigakan lain Rafael yang mencapai Rp 500 miliar. Perilaku ini bisa mengarah pada tindakan pencucian uang atau money laundering.
Pengamat perbankan dari Binus University Doddy Arifianto menyebutkan, menyimpan uang tunai dalam brangkas sewaan di bank sangatlah janggal.
Bagi kebanyakan orang, menyimpan uang tunai sebesar itu hanya di sebuah brankas tentu sangat merugikan lantaran tidak menghasilkan bunga. Bahkan, orang yang menimbun uang di SDB justru harus harus membayar sewa pada bank.
Baca Juga:
Polda Kalsel Tetapkan Bendahara PT PLJ sebagai Tersangka Penggelapan dalam Jabatan
“Orang nyimpen uang di SDB itu aneh, enggak masuk akal. Ngapain coba, karena kan enggak menghasilkan apa-apa. Justru dia harus bayar sewa mahal. Kenapa enggak taruh di simpanan yang bisa dapat bunga," kata Doddy dikutip dari Kompas TV, Rabu (15/3/2023).
Jika uang yang ditimbun di SDB berbentuk valuta asing seperti dollar AS, juga terbilang aneh. Mengingat uang sebesar itu bisa disimpan di deposito valas bank dan menghasilkan keuntungan tinggi.
"Meskipun dalam bentuk dollar AS, sekarang semua bank punya rekening simpanan dalam dollar AS,” beber Doddy.
SDB sendiri lazim digunakan orang untuk menyimpan surat berharga seperti akta perusahaan, surat kepemilikan tanah, surat perjanjian, surat wasiat, emas batangan, hingga perhiasan.
Bolak balik cek SDB
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menceritakan bahwa Rafael Alun Trisambodo sempat bolak-balik ke safe deposit box miliknya sebelum akhirnya diblokir oleh PPATK.
“Beberapa hari sudah bolak-balik tuh dia ke berbagai deposit box itu. Terus pada suatu pagi, dia datang tuh ke bank membuka itu, langsung diblokir oleh PPATK,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta dikutip dari Antara.
Setelah PPATK memblokir, lanjutnya, PPATK segera mencari dasar hukum untuk membuka deposit box tersebut. Setelah berkonsultasi dengan KPK, barulah PPATK membuka safe deposit box milik Rafael yang kemudian dilanjutkan dengan penggalian informasi untuk menemukan deposit box lainnya.
“Di bongkar, satu safe deposit box itu sebesar Rp 37 miliar dalam bentuk dolar AS,” ucapnya.
Kasus pejabat pajak tersebut, disebut Mahfud sebagai kasus pencucian uang berdasarkan ilmu intelijen keuangan, dan bukan bukti hukum. [afs/eta]