WahanaNews.co | Akhirnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo buka suara soal keterlibatan sejumlah anak buahnya dalam aktivitas tambang ilegal Ismail Bolong cs.
Listyo mengaku tak tahu soal keterlibatan sejumlah petinggi Polri seperti Kabareskrim Komjen Agus Andriantono.
Baca Juga:
Perang Melawan Narkoba: Polda Sumut Ungkap 32 Kasus dan Sita 201 Kg Sabu, 272 Kg Ganja serta 40.000 butir Ekstasi
Listyo menyatakan telah menindak sejumlah anak buahnya setelah Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri melakukan penelusuran.
"Saya perintahkan untuk pemeriksaan. Saya minta didalami dan mengambil langkah. Kami sudah copot Kepala Polda (Kalimantan Timur) dan para pejabat terkait saat itu," kata Sigit, dilansir dari Tempo.co, Senin (21/11).
Selain Kapolda Kalimantan Timur Irjen Herry Rudolf Nahak, Kapolri tak memperinci siapa saja yang dicopot karena kasus ini. Sementara dalam dokumen laporan hasil penyelidikan Divisi Propam Polri tertanggal 7 April 2022 disebutkan sejumlah nama petinggi Polri lainnya yang diduga terlibat.
Baca Juga:
Curah Hujan Tinggi Picu Banjir di Tapteng, Ratusan Rumah Terendam
Mereka diduga sempat menerima uang koordinasi dari Ismail Bolong yang besarannya bervariasi antara Rp 30 ribu sampai Rp 80 ribu per metrik ton. Selama Oktober hingga Desember 2021, menurut laporan yang ditandatangani oleh mantan Kepala Divisi Propam Irjen Ferdy Sambo tersebut, mereka menerima uang dengan kisaran Rp 600 juta hingga Rp 5 miliar.
Di antara yang diduga menerima uang itu adalah Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Ismail Bolong disebut mengalirkan dana ke Bareskrim Polri melalui Kepala Subdirektorat V Direktorat Tindak Pidana Tertentu Kombes Budi Haryanto.
Setiap bulannya, Ismail diduga menyetor Rp 3 miliar. Agus disebut menerima jatah Rp 2 miliar setiap bulannya. Uang itu diserahkan dalam bentuk dolar Amerika Serikat.
Divpropam menyebut ada bukti yang cukup soal aliran dana Ismail Bolong. Dalam laporannya, Sambo menyatakan telah menerima bukti yang cukup soal aliran dana tersebut.
"Ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri," bunyi poin 3 © laporan tersebut.
Soal aliran dana itu juga pernah disebutkan oleh Ismail dalam rekamannya yang beredar di dunia maya. Namun belakangan dia mengaku rekaman video itu dia buat atas tekanan dari seorang pejabat di Biro Paminal.
Kuasa hukum mantan Kepala Biro Paminal Polri Brigjen Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat, membantah kliennya sempat menekan Ismail.
“Itu cerita ngarang (jika Hendra menekan). Itu semua ucapan Ismail Bolong dalam kondisi mabuk,” kata Henry selepas sidang Hendra Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 10 November 2022.
Henry menyatakan bahwa alasan video itu dibuat untuk saling menguatkan keterangan satu sama lainnya dalam memenuhi bukti permulaan yang cukup. Pasalnya, dugaan suap yang diselidiki melibatkan pejabat perwira tinggi dan beberapa perwira serta anggota lainnya.
“Video testimoni tidak hanya dilakukan terhadap Saudara Ismail Bolong saja, tetapi diperlakukan sama juga terhadap perwira atau anggota lainnya di Polda Kaltim yang terlibat setelah memberikan keterangan dalam Berita Acara Interogasi yang telah ditandatangani,” kata Henry Yosodiningrat ditemui.
Listyo Sigit menyatakan tak mengetahui secara rinci soal laporan tersebut. Dia menyatakan hanya mendapatkan laporan singkat soal itu.
"Terakhir ada rekaman testimoni yang menyebutkan soal itu, tidak masuk ke saya. Yang dilaporkan kepada saya hanya ringkasan pemeriksaan dan rekomendasi. Bukan laporan pemeriksaan yang rinci. Itu biasanya dari bawahan ke atasan," kata dia.
Padahal, dalam dokumen tersebut jelas tertulis bahwa Sambo menulis laporan itu dengan ditujukan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, yaitu Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Listyo Sigit menyatakan tengah mendalami keterlibatan para anggotanya tersebut secara etik. Dia pun tak menutup kemungkinan untuk mengembangkan masalah ini ke ranah pidana.
"Kami dalami. Proses etik berbeda dengan pidana. Dalam proses etik, bersumber dari keterangan orang, bisa diambil langkah. Kalau pidana, harus cukup alat buktinya. Kami mengambil langkah dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah," kata dia.
Agar kasus ini lebih jelas, Listyo Sigit juga menyatakan telah memerintahkan untuk menangkap Ismail Bolong.
"Supaya lebih jelas, lebih baik tangkap saja," kata Kapolri. [rds]