WahanaNews.co, Jakarta – Kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di maskapai PT Garuda Indonesia, mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo dituntut pidana penjara 6 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan.
Jaksa menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menyatakan Soetikno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga:
Garuda Operasikan 120 Pesawat di Akhir Tahun, Erick Thohir Jamin Nihil Korupsi
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Soetikno Soedarjo berupa pidana penjara selama 6 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan," ujar jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (27/6) mengutip CNN Indonesia.
"Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Soetikno Soedarjo sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata jaksa.
Jaksa juga menuntut Soetikno untuk membayar uang pengganti sebesar USD1.666.667,46 (atau setara Rp27.327.672.132 berdasarkan kurs 27 Juni 2024) dan EUR4.344.363,19 (atau setara Rp76.178.908.151 berdasarkan kurs 27 Juni 2024).
Baca Juga:
Energi Listrik di Pesawat Garuda bakal Dihemat
"Membebankan kepada terdakwa Soetikno Soedarjo membayar uang pengganti sebesar 1.666.667,46 Dolar Amerika dan 4.344.363,19 Euro Uni Eropa," tegas jaksa.
Dengan ketentuan jika Soetikno tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Jika tidak membayar atau belum mencukupi uang pengganti maka dipidana penjara selama 3 tahun," tutur jaksa.
Jaksa turut mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal meringankan bagi pada terdakwa.
Hal memberatkan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, dan terdakwa juga menjadi tulang punggung keluarga.
Dalam kesempatan yang sama, jaksa juga menuntut mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan pada perkara ini.
Selain itu, jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Emirsyah Satar, yakni untuk membayar uang pengganti sebesar USD86.367.019 (atau setara Rp1.416.142.737.139 berdasarkan kurs 27 Juni 2024).
Adapun Emirsyah sebelumnya didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp9,37 triliun terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Emirsyah diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Agus Wahyudo selaku eks Executive Project Manager Aircraft Delivery PT GA, dan Hadinoto Soedigono selaku eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia 2007-2012.
Kemudian bersama Soetikno Soedarjo selaku mantan pemilik PT Mugi Rekso Abadi, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, Hollingworth Management Internasional dan sebagai pihak intermediary (commercial advisor) yang mewakili kepentingan Avions De Transport Regional (ATR) dan Bombardier.
Lalu bersama eks VP Fleet Acquisition PT GA Adrian Azhar, eks Vice President Treasury Management PT GA Albert Burhan, dan mantan Vice President Strategic Management Office PT GA Setijo Awibowo.
[Redaktur: Alpredo Gultom]