WahanaNews.co, Surabaya - Terkait kasus penganiayaan yang diduga dilakukan anak anggota DPR RI fraksi PKB, Gregorius Ronald Tannur (31) yang menewaskan DSA (29) kekasihnya, pengacara keluarga DSA berencana melaporkan tiga polisi ke Propam Polda Jatim.
Dimas Yemahura, Kuasa hukum keluarga korban, ingin melaporkan karena tiga polisi yang diduga menyembunyikan fakta penganiayaan kliennya.
Baca Juga:
Potensi Melimpah, Jeje Wiradinata Dorong Wisata Unggulan di Kabupaten Tasikmalaya
Mereka adalah Kapolsek Lakasantri Kompol Hakim, Kanit Reskrim Kanitreskrim Polsek Lakarsantri Iptu Samikan dan Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Haryoko Widhi.
Dimas mengatakan pihak Polsek Lakasantri sempat menyebut DSA meninggal dunia karena penyakit lambung. Sementara Kasi Humas Polrestabes Surabaya pernah menyebut tidak ada luka pada jenazah DSA.
"Menurut saya pernyataannya ini dapat menimbulkan kegaduhan, artinya dapat menutupi fakta hukum yang selama ini sudah berjalan," kata Dimas, saat dikonfirmasi Senin (9/10/2023) melansir CNN Indonesia.
Baca Juga:
Ronal Surapradja Sebut UMKM Adalah Wujud Kemandirian Ekonomi Rakyat di Jawa Barat
Pernyataan-pernyataan itu terlontar sebelum Satreskrim Polrestabes Surabaya mengambil alih kasus ini dan melakukan autopsi kepada jenazah DSA.
"Bayangkan kalau statement mereka ini dijadikan dasar hukum pasti kasus ini tidak akan pernah terungkap," ucapnya.
Saat ini, Dimas mengaku masih menyusun laporan sebelum diajukan ke Propam Polda jatim.
"Kami saat ini masih melakukan analisa, perkembangan, karena Polrestabes Surabaya melalui Wakasat Reskrim, juga sudah menangani secara internal itu," ujar dia.
Dalam kasus ini, Ronald Tannur telah dijadikan tersangka atas penganiayaan yang menyebabkan kematian DSA. Ronald merupakan anak dari anggota DPR fraksi PKB Gregorius Tannur.
Awalnya, Kanit Reskrim Kanitreskrim Polsek Lakarsantri, Iptu Samikan menyatakan DSA tewas akibat penyakit lambung. Hal itu berdasarkan temuannya di lapangan.
"Punya gejala lambung, pucat kondisinya. Ada muntah satu kresek itu di apartemennya," kata Samikan ketika dihubungi melalui telepon pada 4 Oktober lalu.
Setelah itu, kasus diambil alih Polrestabes Surabaya dan terungkap kronologi kematian DSA yang berbeda dengan pernyataan Kapolsek Lakarsantri.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pasma Royce memaparkan bahwa peristiwa bermula saat Ronald dan korban DSA mengunjungi tempat hiburan Blackhole KTV, Lenmarc Mall, Jalan Mayjend Jonosewojo, Selasa (3/10) malam.
Di sana, Ronald dan GSA disebut sama-sama mengonsumsi minuman keras. Saat akan pulang, Rabu (4/10) dini hari, keduanya kemudian disebut terlibat cekcok.
Di dalam lift menuju basement parkir, tersangka menendang kaki dan memukul kepala korban dengan botol miras sebanyak dua kali. Keluar lift, GSA kemudian terduduk di samping kiri mobil Ronald.
Pelaku kemudian disebut melindasnya hingga terseret sejauh lima meter.
"GR memasuki mobil di kursi pengemudi. Selanjutnya mobil dijalankan oleh GR dari parkir belok ke kanan sedangkan posisi korban [duduk di samping pintu kiri mobil] di sebelah kiri. Sehingga mengakibatkan korban terlindas sebagian tubuhnya dan terseret sejauh lima meter kurang lebih," kata Pasma.
Dari serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan, pemeriksaan saksi, CCTV hingga hasil autopsi, Ronald akhirnya ditetapkan jadi tersangka dan terancam hukuman 12 tahun penjara.
"Maka kami telah menetapkan status GR dari saksi kami tingkatkan menjadi tersangka. Dengan sangkaan Pasal 351 ayat 3 dan atau Pasal 359 KUHP, ancaman maksimal 12 tahun penjara," ucap Pasma.
Kapolsek Diganti
Saat ini Kapolsek Lakarsantri, Surabaya, Kompol Hakim sudah dicopot dari jabatannya. Kasi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Haryoko Widhi mengonfirmasi pencopotan tersebut.
Dia mengumumkan bahwa Kompol Akhyar telah menggantikan posisi Kapolsek Lakarsantri sebagai pelaksana tugas (plt).
"Pelaksana tugasnya sekarang Pak Akhyar, mantan Kapolsek Tambaksari. Iya itu pelaksana tugasnya, sementara saja," kata Haryoko, saat dikonfirmasi, Senin (9/10).
Haryoko mengklaim pencopotan Hakim tidak terkait dengan kasus kematian DSA, melainkan karena masalah kesehatan yang dialami dua bulan terakhir.
"Enggak [berkaitan dengan kasus Ronald]. Orangnya sakit, opname udah lama itu, sudah dua bulan. Sakit batu empedu, ya kalau sakit gitu kan ada penggantinya," ucapnya.
Selain itu, Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Pasma Royce membantah dugaan intervensi dalam penyelidikan kasus penganiayaan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur (31) terhadap perempuan inisial DSA hingga tewas.
Pasma berkata petugas awalnya tidak mengetahui Gregorius Ronald Tannur merupakan anak anggota DPR RI.
"Terkait dengan yang bersangkutan itu anak pejabat, masih kami lakukan pendalaman lebih lanjut," kata Pasma, saat konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya, Jumat (6/10).
Pasma juga menegaskan, pihaknya tak mengalami intervensi apapun saat menangani kasus ini. Meskipun belakangan diketahui Ronald merupakan anak pejabat lembaga tinggi negara.
"Tidak ada [intervensi], kami tetapkan konsisten terkait penanganannya," tegasnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]