WahanaNews.co, Yogyakarta – Setelah didahului mediasi menghadirkan sejumlah unsur, termasuk sekolah, kepolisian, perangkat wilayah, kasus perundungan atau bullying menimpa seorang siswa penyandang disabilitas di salah satu SMP Negeri di Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta yang membuatnya hingga patah tulang jari kelingking tangan kiri berujung damai.
Kesepakatan damai ditandai dengan surat bermaterai ditandatangani kedua belah pihak orangtua siswa pada tanggal 23 Februari 2024. Dalam surat itu pula disebutkan jika persoalan ini hanya kesalahpahaman semata.
Baca Juga:
Pengurus TP PKK dan Kader PIK Dibekali Pengetahuan dan Informasi Pencegahan KDRT
Kepala Dinas Pendidikan Gunungkidul Nunuk Setyowati membagikan salinan kesepakatan damai tersebut, termasuk kronologi peristiwa.
Melansir CNN Indonesia, Sabtu (24/2/2024) dituliskan bahwa peristiwa itu terjadi pada Rabu (21/2/2024), setelah para siswa menunaikan salat dzuhur di sekolah.
Siswa korban berinisial RAN, kata kronologi versi sekolah, saat itu sedang duduk di depan Lab Komputer II bersama beberapa rekannya. Selanjutnya, datang siswa lain berinisal RH yang mendekat ke RAN.
Baca Juga:
Kasus Bullying PPDS, Menkes Minta Semua Fakultas Kedokteran Investigasi
RAN merupakan siswa penyandang disabilitas. Ia terlahir tanpa tangan kanan. Sementara RH, menurut keterangan yang dibagikan Dinas Pendidikan Gunungkidul, adalah siswa difabel grahita.
Sebelum kejadian, RH berdiri di samping RAN sambil menendang-nendang triplek gudang prakarya. RAN lalu mengingatkan RH.
"RAN mengingatkan RD dengan menyebut sebutan nama orang tua RD, RD membalas perkataan RAN dengan mengejek, keributan kemudian terjadi," tulis keterangan tersebut.
RAN disebut mengejar RH saat ke kelas. RAN sempat memegang kerah baju RH dan mendorongnya dari depan toilet selatan gedung sampai di belakang Lab Komputer II.
"Di situlah RD dengan duduk di meja keramik ditarik kerahnya dari belakang, RD berniat melepas tangannya RAN. RH kemudian dipepet ke tembok dan dipukul RAN pada pelipis kiri," tulis keterangan tersebut.
"Cideranya RAN dimungkinkan karena pukulan RAN terhadap RH sehingga menyebabkan cidera pada tangannya sendiri. Kejadian hanya dilakukan antara RH dan RAN, tidak ada pihak (teman) lain yang melakukan penyerangan terhadap pihak tertentu," lanjutnya.
Setelah itu, sekolah mengambil tindakan dengan membawa RAN ke rumah sakit untuk ditangani secara medis. Sekolah juga melakukan pendampingan secara fisik dan psikologis pada kedua pihak.
Sebelumnya diberitakan, seorang siswa penyandang disabilitas salah satu SMP Negeri di Wonosari, Gunungkidul, DIY menderita patah jari diduga akibat perkelahian usai yang bersangkutan jadi korban perundungan atau bullying teman sekolahnya.
Siswa kelas VII berusia 13 tahun tersebut menjalani perawatan di RSUD Wonosari. Dia diharuskan menjalani operasi untuk memulihkan patah tulang jari kelingking tangan kirinya.
Wasido, orang tua siswa korban, menyebut, jika berdasarkan informasi yang ia peroleh, cedera patah tulang jari tersebut didapat ketika sang anak berkelahi dengan salah seorang temannya di sekolah, Rabu (21/2/2024) siang.
"Kata teman-temannya kepuntir, dipuntir (dipelintir), kemarin habis salat dzuhur, langsung dibawa ke RSUD, mondok," kata Wasido, Kamis (22/2/2024).
Pemicu perkelahian disinyalir lantaran sang anak tak terima diolok akan kondisinya yang tidak sempurna. Putra Wasido memang terlahir memiliki satu tangan.
"Awal mulanya kata teman-temannya saling berejek-ejekan, itu diejek temannya mungkin anak saya nggak terima atau gimana terus terjadi perkelahian. Tapi, sebenarnya gimana saya juga kurang tahu," bebernya.
Menurut Wasido, anaknya tersebut memang kerap jadi sasaran perundungan. Dia mengaku selalu berpesan agar putranya itu tak menggubris ketika diolok dan langsung melapor kepada guru di sekolah.
Wasido pun menduga putranya itu kehabisan kesabaran sehingga meladeni ejekan temannya dengan melawan balik.
"Biasanya enggak kaya gitu," ungkapnya.
[Redaktur: Alprdo Gultom]