WahanaNews.co | Filep Wamafma, Wakil Ketua Komite I DPD RI menilai tidak tepat membatasi kewenangan kejaksaan, termasuk dalam mengusut kasus korupsi, karena akan menimbulkan masalah.
"Jadi, keliru apabila ada upaya untuk melemahkan bahkan meniadakan kewenangan kejaksaan dalam rangka penanganan penyidikan kasus-kasus tindak pidana korupsi," kata Filep dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Filep tidak sepakat dengan adanya upaya penghapusan kewenangan jaksa dalam mengusut tindak pidana korupsi. Dia pun menyayangkan adanya uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghilangkan kewenangan kejaksaan dalam mengusut kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
"Jadi, kalau ada upaya untuk menghapus kewenangan kejaksaan tentang kewenangan pengusutan tindak pidana korupsi, justru bagi saya, tidak setuju," ucapnya, dikutip dari ANTARA.
Pasalnya, lanjut dia, Korps Adhyaksa juga telah diberikan kewenangan oleh undang-undang sebagai pengacara negara, sehingga kejaksaan punya otoritas atas nama negara untuk melaksanakan asas negara hukum.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Karena salah satu alat kekuasaan negara adalah kejaksaan yang diberikan kekuasaan negara untuk menegakkan hukum bersama-sama dengan kepolisian dan pengadilan," tambahnya.
Sebaliknya, senator asal Papua Barat itu justru mendorong kewenangan kejaksaan diperbesar dan diperkuat agar pelaksanaan hukum lebih optimal. Filep juga meminta jaksa agung tidak dipilih oleh DPR karena dapat mengancam independensi bahkan cenderung melemahkan tugas dan fungsinya.
"Kepala kejaksaan agung harus orang independen dan berasal dari lingkungan atau ia adalah struktur dalam kejaksaan. Ini akan lebih bagus karena secara tugas fungsi lebih memahami dan juga terhindari dari transaksi politik," jelasnya.
Sebelumnya, seorang advokat Yasin Djamaludin mengajukan uji materi (judicial review) di MK terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI terkait pembatalan kewenangan jaksa menjadi penyidik kasus tindak pidana korupsi.
Yasin memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5), khusus frasa "atau kejaksaan", Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) khusus frasa "atau kejaksaan", dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa "dan/atau kejaksaan" dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945. Permohonan tersebut terdaftar dalam perkara Nomor 28/PUU-XXI/2023.
[Redaktur: Alpredo]