Pembayaran saat itu dilakukan lewat skema angsuran sampai kekurangan tinggal Rp35 juta. Kata Heri, BR beberapa bulan berselang lalu menawarkan pelunasan dengan bantuan memecah tanah sisa milik Mbah Tupon menjadi empat sertifikat.
"Si pembeli yang inisiatif nawarin pecah sertifikat, jadi empat. Buat bapak dan tiga anaknya," ujar Heri.
Baca Juga:
Mafia Tanah Kutai Barat Diduga Libatkan Polres, IPW: Ada Intervensi Kuat di Jakarta
Tanpa rasa curiga, Mbah Tupon mengiyakan tawaran mantan anggota dewan itu. Dia lantas diajak oleh T, seorang perantara BR, untuk menandatangani sejumlah dokumen yang dia tidak tahu apa isinya. Mbah Tupon dibawa ke dua lokasi, yakni ke Jalan Janti, Depok, Sleman dan Krapyak, Sewon, Bantul, tapi tak satu pun dia ingat tempat apa itu.
"Waktu tandatangan berkas juga nggak dibacain apa isinya, sementara bapak kan nggak bisa baca tulis," kata Heri.
T masih satu kali lagi meminta Mbah Tupon menandatangani berkas. Lokasinya saat itu di rumah. Beberapa hari berselang, perantara BR itu juga meminta uang Rp5 juta untuk proses pecah sertifikat.
Baca Juga:
Fakta-fakta Mafia Tanah di Ceger, Balik Nama Sepihak hingga Dugaan Keterlibatan Oknum Pegawai BPN
Minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Tapi, sertifikat pecah yang dijanjikan BR tak kunjung berwujud. Mbah Tupon cuma diminta bersabar setiap kali menanyakan progresnya.
Maret 2024, Heri sekeluarga kaget bukan main tatkala petugas PT Permodalan Nasional Madani (PNM) datang ke rumah dan menginformasikan tanah 1.655 meter persegi milik Mbah Tupon beserta dua bangunan rumah di atasnya sudah masuk lelang tahap pertama.
Alasannya, sertifikat tanah telah dijaminkan ke PNM senilai Rp1,5 miliar dan peminjam sama sekali tidak melakukan pembayaran. Padahal, tak seorang pun dari pihak keluarga merasa mengutak-atik tanah sisa Mbah Tupon sejak tawaran pecah sertifikat oleh BR.