WAHANANEWS.CO, Bantul – Tatapannya nampak kosong meratapi nasib lahan kiri-kanan kediamannya, yang diduga jadi mangsa mafia tanah.
Tupon (68) atau kerap disapa Mbah Tupon duduk lemas di kursi teras rumahnya sehabis mencari rumput buat pakan ternaknya.
Baca Juga:
Mafia Tanah Kutai Barat Diduga Libatkan Polres, IPW: Ada Intervensi Kuat di Jakarta
Pandangannya sesekali langsung tertuju pada pekarangan depan rumah yang dipasangi papan kayu dan kain spanduk bertuliskan 'Tanah dan Bangunan ini Dalam Sengketa'.
"Saya itu hiburannya cuma ngarit di luar, itu aja yang buat saya tenang. Kalau di rumah itu rasanya, wah nggak karu-karuan," kata Mbah Tupon ditemui di kediamannya, Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, DIY, Sabtu (26/4) sore, melansir CNN Indonesia.
Getir dalam raut wajah Mbah Tupon seolah melukiskan penyesalan dirinya yang buta huruf, sehingga sebegitu mudahnya diperdaya. Sertifikat tanah seluas 1.655 meter persegi warisan orang tua yang ia jaga puluhan tahun, sudah berbalik nama tanpa sepengetahuan Mbah Tupon.
Baca Juga:
Fakta-fakta Mafia Tanah di Ceger, Balik Nama Sepihak hingga Dugaan Keterlibatan Oknum Pegawai BPN
"Saya gundah, sedih, ya nggak seperti biasanya, mumet. Saya cuma pingin sertifikat tanah saya kembali," ujar Mbah Tupon yang pendengarannya sudah berkurang jauh karena faktor usia.
Heri Setiawan (31), putra sulung Mbah Tupon menguraikan, semula sang ayah punya tanah dengan luas total 2.100 meter persegi. Pada 2020, dia lalu menghibahkan sebagian warisannya itu sekitar 90 meter untuk akses jalan kampung serta mewakafkan 53 meter persegi buat gudang RT.
Total tanah tersisa tinggal 1.655 meter persegi, setelah sekitar 298 meter persegi dijual ke seorang mantan anggota dewan di Bantul berinisial BR, lantaran Mbah Tupon butuh duit untuk membangun rumah anaknya. Maklum, Mbah Tupon cuma seorang petani kecil dan tanah itu adalah satu-satunya harta yang dia punya.
Pembayaran saat itu dilakukan lewat skema angsuran sampai kekurangan tinggal Rp35 juta. Kata Heri, BR beberapa bulan berselang lalu menawarkan pelunasan dengan bantuan memecah tanah sisa milik Mbah Tupon menjadi empat sertifikat.
"Si pembeli yang inisiatif nawarin pecah sertifikat, jadi empat. Buat bapak dan tiga anaknya," ujar Heri.
Tanpa rasa curiga, Mbah Tupon mengiyakan tawaran mantan anggota dewan itu. Dia lantas diajak oleh T, seorang perantara BR, untuk menandatangani sejumlah dokumen yang dia tidak tahu apa isinya. Mbah Tupon dibawa ke dua lokasi, yakni ke Jalan Janti, Depok, Sleman dan Krapyak, Sewon, Bantul, tapi tak satu pun dia ingat tempat apa itu.
"Waktu tandatangan berkas juga nggak dibacain apa isinya, sementara bapak kan nggak bisa baca tulis," kata Heri.
T masih satu kali lagi meminta Mbah Tupon menandatangani berkas. Lokasinya saat itu di rumah. Beberapa hari berselang, perantara BR itu juga meminta uang Rp5 juta untuk proses pecah sertifikat.
Minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Tapi, sertifikat pecah yang dijanjikan BR tak kunjung berwujud. Mbah Tupon cuma diminta bersabar setiap kali menanyakan progresnya.
Maret 2024, Heri sekeluarga kaget bukan main tatkala petugas PT Permodalan Nasional Madani (PNM) datang ke rumah dan menginformasikan tanah 1.655 meter persegi milik Mbah Tupon beserta dua bangunan rumah di atasnya sudah masuk lelang tahap pertama.
Alasannya, sertifikat tanah telah dijaminkan ke PNM senilai Rp1,5 miliar dan peminjam sama sekali tidak melakukan pembayaran. Padahal, tak seorang pun dari pihak keluarga merasa mengutak-atik tanah sisa Mbah Tupon sejak tawaran pecah sertifikat oleh BR.
Per hari itu pula, mereka mengetahui dari pihak PNM bahwa sertifikat tanah sisa Mbah Tupon sudah berganti nama menjadi milik seorang warga Kotagede, Kota Yogyakarta berinisial IF. Petugas sempat menunjukkan salinan sertifikat berupa hasil fotokopi.
Anehnya, dalam rentang waktu 2020-2024 pihak keluarga Mbah Tupon tidak mendapati aktivitas survei lapangan atau fisik oleh bank untuk memastikan bahwa properti yang tertera pada sertifikat agunan sesuai.
"Nah, setelah PNM datang itu kita tanya bapak dan baru tahu ternyata ada (proses) tandatangan-tandatangan berkas itu tadi, sebelumnya kita nggak tahu sama sekali," beber Heri.
Mbah Tupon dan keluarga mencoba meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban langsung kepada BR, tapi yang bersangkutan menuding ini semua ulah notaris nakal. Dia menyarankan Heri lapor ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sepekan sejak kedatangan petugas PNM, Heri didampingi T membuat laporan kepolisian. Pihak terlapor adalah TR selaku notaris dan IF, sosok atas nama pada sertifikat tanah Mbah Tupon.
Namun, atas saran penyelidik pula, Heri selain TR dan IF turut mempolisikan BR, T, AR selaku notaris lain pada 14 April 2025 kemarin karena dianggap ditemukan indikasi modus-modus mafia tanah.
Gelombang Dukungan Buat Mbah Tupon
Agil Dwi Raharjo, Ketua RT 04 Ngentak mengatakan, pengurus wilayah sudah turun tangan ikut membantu penanganan kasus ini. Dimulai dari pengumpulan informasi, termasuk tabayun ke kediaman BR, hingga jadi saksi saat pemeriksaan oleh kepolisian.
Agil menyaksikan bagaimana kasus ini berdampak ke psikis Mbah Tupon yang sampai trauma setiap kali diminta membubuhkan tandatangan. Masyarakat pun tergerak hatinya melihat Mbah Tupon yang punya jiwa sosial tinggi dikelabui siasat jahat mafia tanah.
"Kemungkinan celahnya memang waktu tandatangan-tandatangan itu dan mereka tahu, maaf, mbah yang nggak bisa baca tulis, isi dokumen juga tidak dibacakan, diajak pergi-pergi tanpa dampingan anak," kata Agil.
Setelah kasus ini mencuat, warga berkonsolidasi membuat dukungan kepada Mbah Tupon lebih terarah. Beberapa hari lalu mereka menggelar aksi membubuhkan tanda tangan pada spanduk besar berisi petisi cinta dan peduli kasih bagi Mbah Tupon.
Selain itu juga mengunggah petisi online via change.org yang per Minggu (27/4) pagi ini telah ditandatangani sebanyak 597 kali dari target seribu. Warga berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas. Misi warga di balik aksi ini adalah memperoleh atensi dan memperbesar gelombang dukungan buat Mbah Tupon.
"Karena kalau sudah urusan hukum harus ada pengacara kan, sedangkan Pak Tupon juga nggak punya biaya. Harapannya, dengan cara-cara itu orang yang tahu hukum dan punya kapasitas bergabung pada kita," kata Agil.
Sejak laporan dibuat oleh Heri 14 April 2025 kemarin, polisi sudah memintai keterangan dari pelapor. Sepekan berikutnya giliran Mbah Tupon dan Agil yang diperiksa.
Besar asa masyarakat Ngentak agar melalui serangkaian proses ini aparat penegak hukum mampu membantu 'memulihkan' aset kepunyaan Mbah Tupon.
"Kalau nanti sewaktu penyidikan siapa pelakunya itu nomor sekian, kami masyarakat di sini itu yang penting sertifikat kembali," pungkas Agil.
Terpisah, Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Ihsan membenarkan soal adanya pelaporan untuk dugaan praktik mafia tanah yang mendera Mbah Tupon pada 14 April 2025 lalu. Menurtnya, perkara kini tengah ditangani jajaran Ditreskrimum.
"Saat ini masih dalam proses penyelidikan," kata Ihsan saat dihubungi, Sabtu malam.
[Redaktur: Alpredo Gultom]