WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Bupati Kepulauan Meranti M Adil (MA) dengan pasal penerima dan pemberi suap. M Adil bersama dua tersangka lainnya langsung ditahan KPK.
Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, dari operasi kegiatan tangkap tangan pada Kamis, 6 April 2023 pukul 21.00 WIB, tim KPK telah mengamankan 28 orang di empat tempat lokasi berbeda. Keempat lokasi tersebut adalah wilayah Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, dan Jakarta.
Baca Juga:
Bupati Meranti M. Adil Pernah Dituding Gasak Uang Bantuan Masjid
Terdapat tiga klaster dalam kasus ini. Pertama, pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara tahun 2022-2023. Kemudian, dugaan korupsi penerimaan fee dari jasa travel umrah. Ketiga, dugaan korupsi pemberian suap pengkondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Konstruksi Perkara
Melansir Sindonews, MA yang terpilih sebagai Bupati Kepulauan Meranti dalam memangku jabatannya diduga memerintahkan para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang Persediaan (GU) masing-masing SKPD yang dikondisikan seolah-olah utang kepada MA.
Baca Juga:
Gubernur Riau Segera Surati Mendagri Ajukan Plt Bupati Meranti
"Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan oleh MA dengan kisaran 5 sampai dengan 10 persen untuk setiap SKPD," ujar Alex.
Selanjutnya, setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada FN yang menjabat sebagai Kepala BPKAD Kepulauan Meranti yang sekaligus orang kepercayaan MA. Setelah terkumpul, uang tersebut digunakan untuk kepentingan MA, di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau Tahun 2024.
"Pada sekitar bulan Desember 2022, MA juga menerima uang sejumlah Rp1,4 miliar dari PT TM, melalui Saudara FN yang bertindak selaku kepala cabang PT TM," kata Alex.
Alex menambahkan, PT TM bergerak dalam bidang jasa perjalanan umrah. PT TM punya program 5 berangkat umrah dan 1 gratis. "Nah, yang 1 ini ditagihkan juga ke APBD. Jadi, yang harusnya diskon, tetapi oleh Saudara MA dan FN, kerja sama, ini ditagihkan ke APBD, sehingga terkumpul dana dan diberikan uang sejumlah Rp1,4 miliar ke MA," jelas Alex.
Selanjutnya, pada klaster ketiga, agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti Tahun 2022 mendapatkan predikat baik yaitu WTP, MA bersama-sama FN memberikan uang sejumlah Rp1,1 miliar kepada MFA, selaku ketua tim pemeriksa BPK Perwakilan Riau.
"Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA telah menerima uang seluruhnya sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak. Tentunya ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," ujar Alex.
Alex menambahkan, dari kegiatan tangkap tangan, diamankan uang sejumlah Rp1,7 miliar, yang terdiri dari Rp1 miliar yang diterima MFA. Selebihnya diterima dari SKPD dari pemotongan uang pengganti atau pengisian Uang Persediaan. Kemudian, penerimaan berikutnya berupa fee proyek selama tahun anggaran 2021 sampai 2023 yang jumlahnya sekitar Rp24 miliar.
"KPK telah menetapkan tiga orang tersangka. Pertama, MA, Bupati Kepulauan Meranti Periode 2021-2024. Kemudian FN, Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti. Kemudian MFA, auditor muda BPK Perwakilan Provinsi Riau," ujar Alexander Marwata, Jumat (7/4/2023) malam.
Alex menambahkan, MA sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf d atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun tentang 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adil juga disangka sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kemudian, FN sebagai pemberi diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selanjutnya, MFA sebagai penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [eta]