WahanaNews.co, Jakarta - Margareta Damayanti seringkali menitikkan air mata ketika berada di Monchengladbach pada bulan Oktober 2023 yang lalu.
Seorang mahasiswi asal Cawang, Jakarta Timur, yang mengikuti program magang Ferienjob ini terbang ke Jerman tanpa mengetahui di mana tempat tinggal dan pekerjaannya, serta memiliki keterbatasan dalam berbahasa Jerman.
Baca Juga:
Kasus TPPO Jerman, Guru Besar Universitas Jambi Dicecar 48 Pertanyaan
Mahasiswi jurusan Psikologi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mendaftar untuk program Ferienjob setelah melihat informasi yang disebarkan oleh fakultasnya.
Ia tertarik karena program Ferienjob diklaim sebagai bagian dari program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) dan dapat dikonversikan menjadi 20 SKS. UNJ menjalankan program ini bekerja sama dengan PT Sinar Harapan Bangsa (PT SHB) dan PT CVGEN.
Damayanti menyebut bahwa ia diminta untuk membayar biaya pendaftaran dan pengurusan administrasi sebesar Rp 150 ribu dan 350 Euro (setara dengan Rp 5,9 juta) untuk dapat bekerja di Jerman. Dengan memperhitungkan biaya lainnya untuk persiapan keberangkatan, total pengeluarannya mencapai sekitar 10 juta rupiah.
Baca Juga:
Bareskrim Polri Keluarkan DPO Terhadap 2 Tersangka TPPO Modus Magang ke Jerman
Meskipun telah mengeluarkan jumlah uang yang signifikan, Damayanti dan para peserta magang Ferienjob tidak mendapatkan persiapan yang memadai.
UNJ hanya menyelenggarakan kelas-kelas pengantar Bahasa Jerman dan pengenalan budaya Jerman. S
ementara dari pihak PT SHB, tidak ada informasi rinci mengenai pekerjaan yang akan dijalankan oleh para peserta magang ini, atau tentang perusahaan tempat mereka akan bekerja.
“Kami sudah di-announce kerjanya seperti operator, tapi gak kebayang kerjanya. Hanya dikasih tahu kerja lapangan. Kami enggak tahu kalau di sana ada kendala apa, budaya kerjanya bagaimana,” kata Damayanti saat ditemui di kampusnya, Jumat, 22 Maret 2024.
Tak hanya soal pekerjaannya yang misteri, Damayanti juga tidak tahu sosok Direktur PT SHB Enik Ron Waldkönig yang gencar mengajak mahasiswa ikut program ini dengan iming-iming gaji besar dan pergi ke luar negeri.
Saat memberikan sosialisasi lewat aplikasi Zoom Meeting, Enik pun tidak pernah menampilkan wajahnya.
Para peserta magang baru pertama kali melihat Enik setibanya di Bandara Frankfurt. Di bandara itu pula Enik langsung membagi-bagi mereka menjadi beberapa kelompok.
Tiap kelompok mahasiswa dibelikan tiket kereta api dengan tujuan yang berbeda untuk bertemu dengan agen penyalurnya masing-masing.
Tanpa pendampingan sama sekali, para mahasiswa hanya diberi alamat dan diminta berangkat sendiri.
“Kami bingung, meski dapat pembelajaran soal transportasi tapi itu visual saja, praktiknya enggak,” tuturnya.
Tak hanya oleh PT SHB, agen penyalur juga tidak mendampingi Damayanti dan teman-temannya bertemu dengan perusahaan pemberi kerja.
Lagi-lagi mahasiswa yang kebanyakan belum pernah ke luar negeri ini hanya diberi alamat dan diminta datang sendiri.
Pengetahuan yang terbatas soal kehidupan di Jerman, membuat Damayanti datang terlambat dari waktu yang dijanjikan oleh perusahaan pemberi kerja.
Konsekuensinya ia harus kembali lagi besok. “Sempat nyasar-nyasar,” tuturnya.
Damayanti akhirnya resmi menjadi pekerja magang di salah satu perusahaan pengelola rest area. Mula-mula ia ditempatkan sebagai petugas kasir minimarket.
Kemampuan bahasa yang terbatas membuatnya sulit berkomunikasi dengan pelanggan dan mengenali produk yang dijual.
“Kerjaan saya sebulan pertama nangis dan menulis cara pengucapan nama produk-produk,” tuturnya.
Pada bulan kedua, perempuan 22 tahun ini dipindahkan ke bagian kitchen. Meski hobi memasak, Damayanti merasa jauh lebih tertekan.
Alhasil, ia hanya bertahan sekitar tiga pekan di bagian ini sebelum dikembalikan ke minimarket.
33 Universitas di Indonesia Diduga Ikut Ferienjob
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Mabes Polri mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pengiriman program magang mahasiwa ke negera Jerman melalui program Ferienjob.
Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, kasus ini bermula dari laporan 4 orang mahasiwa yang sedang mengikut program Ferienjob mendatangi Kedutaan Republik Indonesia (KBRI) Jerman
“Setelah dilakukan pendalaman hasil dari KBRI mengungkap bahwa program ini dijalankan oleh 33 Universitas di Indonesia,” kata Djuhandhani melalui keterangan resmi yang dibagikannya pada Rabu, 20 Maret 2024.
Sebanyak 1.047 mahasiswa ini terbagi ke 3 agen tenaga kerja di Jerman.
Perihal kronologi kejadiannya, kata Djuhandhani, para mahasiswa mendapat sosialisasi dari CVGEN dan PT. SHB. Mereka dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp 150.000, dan membayar 150 Euro untuk membuat LOA (Letter Of Acceptance).
“Para mahasiswa juga harus membayar dana talangan sebesar Rp30.000.000 sampai Rp 50.000.000 ucap Djuhandhani.
Dana talangan itu nantinya dipotong dari penerimaan gaji setiap bulan.
Setiba di Jerman, para mahasiwa diberikan surat kontrak kerja oleh PT SHB untuk kemudian didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami.
Mereka mau tidak mau harus menandatangani surat kontrak kerja dan working permit. Para korban diminta untuk menjalankan Ferienjob dalam waktu 3 bulan mulai dari Oktober 2023 sampai Desember 2023.
PT SHB, lanjut Djuhandhani, sudah menjalin kerjasama dengan Universitas yang sudah tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU).
Disebutkan bahwa ferienjob masuk ke dalam program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Mereka juga menjanjikan program magang yang dapat dikonversikan menjadi 20 SKS
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]