WahanaNews.co, Jakarta - Dua saksi dalam kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya, yakni Irwan Hermawan dan Windi Purnama, mengungkapkan bahwa sekitar Rp70 miliar dialirkan ke anggota Komisi I DPR RI dan Rp40 miliar ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).
Kedua saksi, Irwan dan Windi, yang merupakan saksi utama dalam kasus ini, awalnya menjelaskan bahwa dana sebesar Rp70 miliar diberikan kepada individu yang bernama Nistra Yohan, yang diduga berperan sebagai staf ahli di Komisi I DPR.
Baca Juga:
Diskominfo Rejang Lebong Ajukan Usulan Internet untuk Desa Terpencil
"Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari Pak Anang [mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif] bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya.
Jadi, selain dari Jemy [Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan] juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh Pak Windi," ujar Irwan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).
Mengutip CNN Indonesia, Irwan menjabat sebagai Komisaris di PT Solitech Media Sinergy, sementara Windi menjabat sebagai Direktur di PT Multimedia Berdikari Sejahtera, yang juga memiliki hubungan keluarga dengan Irwan.
Baca Juga:
Menhub: Tamu VIP 17 Agustus di IKN Harus Pakai Kendaraan Listrik
Ketua majelis hakim yang menangani perkara ini, Fahzal Hendri, kemudian mengajukan pertanyaan kepada Windi mengenai penerima uang dalam kasus BTS. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Anang, Windi menyebut bahwa pihak yang menerima uang tersebut adalah Nistra Yohan.
"Saudara enggak bisa sebut nama orangnya?" tanya hakim Fahzal kepada Windi.
"Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari Pak Anang, seseorang bernama Nistra," jawabnya.
"Nistra tuh siapa?" cecar hakim.
"Saya juga pada saat itu [diinformasikan] Pak Anang lewat Signal Pak, itu adalah untuk K1," terang Windi.
"K1 itu apa?" lanjut hakim.
"Ya itu makanya saya enggak tahu Pak, akhirnya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," terang Windi.
Sementara itu, Irwan menambahkan nama Nistra Yohan pernah ia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, ia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa.
"Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?" tanya hakim.
"Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] apa media," jawab Irwan.
"Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau [Nistra Yohan] orang politik, staf salah satu anggota DPR," tandasnya.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya hakim.
"Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp70 miliar," ungkap Irwan.
Dalam kesempatan ini, Irwan turut menyampaikan alasannya baru bisa berterus terang menyampaikan informasi perihal aliran uang terkait proyek BTS 4G di muka persidangan. Hal itu berbekal nasihat pengacaranya.
Sebelumnya, selama proses penyidikan, Irwan mengaku keluarganya sering mendapat teror dari orang tak dikenal sehingga ia takut jujur memberikan keterangan di hadapan tim penyidik Kejagung.
Dalam sidang ini, Windi mengaku juga turut menyerahkan uang terkait proyek BTS 4G kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Uang yang diserahkan senilai Rp40 miliar.
"Nomor [telepon] dari pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh pak Anang lewat Signal," ucap Windi.
"Berapa?" tanya hakim Fahzal.
"Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia," tutur Windi.
"BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?" tanya hakim menegaskan.
"Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," jawab Windi.
Windi menjelaskan uang diberikan kepada Sadikin di parkiran salah satu hotel mewah di pusat kota Jakarta. Uang diberikan secara tunai dalam pecahan mata uang asing.
"Di mana ketemunya sama Sadikin itu?" tanya hakim.
"Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya Pak," kata Windi.
"Berapa Pak?" tanya hakim lagi.
"Rp40 M," ucap Windi.
"Ya Allah. Rp40 M diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar Amerika, dolar Singapura, atau Euro?" lanjut hakim terkaget-kaget.
"Uang asing Pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar Amerika dan dolar Singapura," ungkap Windi.
Dalam proses penyerahan tersebut, Windi didampingi oleh sopirnya. Uang senilai puluhan miliar yang ada dalam koper diserahkan kepada individu yang bernama Sadikin.
Irwan dan Windi dipanggil sebagai saksi utama dalam kasus yang menjerat terdakwa, yaitu mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Anang Achmad Latif, serta mantan Tenaga Ahli di Hudev UI, Yohan Suryanto.
Johnny Plate dan rekan-rekannya diadili dengan tuduhan merugikan keuangan negara sebesar Rp8 triliun dalam konteks kasus dugaan korupsi dalam penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]