Dalam perkara ini, KPK menduga terjadi penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi, kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
"Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen," jelas Asep Guntur Rahayu.
Baca Juga:
Cicilan Mandek, Ilham Habibie Tarik Mercedes 280 SL yang Dibeli Ridwan Kamil
"Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus," kata Asep Guntur Rahayu.
Namun, Asep Guntur Rahayu menegaskan dalam praktiknya aturan tersebut tidak diterapkan oleh Kementerian Agama.
"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus," ujar Asep Guntur Rahayu.
Baca Juga:
Meskipun Kejagung Lebih Dulu, KPK Jelaskan Kemungkinan Nadiem Ditetapkan Tersangka
"Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada," imbuh Asep Guntur Rahayu.
KPK menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun, kata sumber.
KPK pun sudah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur, ujar sumber KPK.