WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kuota haji tambahan 2024 yang dikelola biro perjalanan haji dan umrah diperjualbelikan kepada sejumlah calon jemaah baru, sehingga mereka bisa berangkat haji tanpa harus mengantre panjang.
"Jual beli kuota yang didalami oleh penyidik adalah jual beli yang dilakukan oleh para penyelenggara ibadah haji ini, ya, yang dilakukan oleh para biro perjalanan," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Baca Juga:
Cicilan Mandek, Ilham Habibie Tarik Mercedes 280 SL yang Dibeli Ridwan Kamil
"Karena ada jual beli kuota ini, kemudian diperjualbelikan kepada calon jemaah baru yang kemudian tanpa mengantre bisa langsung berangkat di tahun 2024," sambung Budi Prasetyo.
Budi Prasetyo menjelaskan praktik tersebut jelas tidak sesuai dengan tujuan kuota haji tambahan yang seharusnya memangkas antrean panjang calon jemaah haji.
"Artinya kan itu juga menghambat para jemaah yang sebelumnya sudah mengantre untuk berangkat di tahun tersebut. Nah, kemudian dari jual beli kuota itu ada dugaan sejumlah uang itu ada aliran-aliran dari para biro perjalanan ini kepada pihak-pihak terkait di Kementerian Agama," ujar Budi Prasetyo.
Baca Juga:
Meskipun Kejagung Lebih Dulu, KPK Jelaskan Kemungkinan Nadiem Ditetapkan Tersangka
KPK tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, kata sumber KPK.
Dalam proses penyidikan, KPK telah memanggil dan memeriksa sejumlah saksi dari pihak Kementerian Agama, travel haji dan umrah, serta asosiasi penyelenggara haji dan umrah, ujar Budi Prasetyo.
Selain itu, KPK juga telah melakukan penggeledahan di beberapa titik, termasuk rumah eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, kata sumber.
Dalam perkara ini, KPK menduga terjadi penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi, kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
"Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen," jelas Asep Guntur Rahayu.
"Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus," kata Asep Guntur Rahayu.
Namun, Asep Guntur Rahayu menegaskan dalam praktiknya aturan tersebut tidak diterapkan oleh Kementerian Agama.
"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus," ujar Asep Guntur Rahayu.
"Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada," imbuh Asep Guntur Rahayu.
KPK menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun, kata sumber.
KPK pun sudah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur, ujar sumber KPK.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]