WahanaNews.co | KPK menahan Wali
Kota Dumai,
Riau, Zulkifli
AS. Ia ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan
Dana Alokasi Khusus (DAK) Dumai pada APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018.
"Untuk
kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka ZAS selama
20 hari terhitung sejak tanggal 17 November 2020 sampai dengan 6 Desember 2020
di rutan Polres Metro Jakarta Timur," kata Wakil Ketua KPK,
Alexander Marwata, dalam konferensi pers, Selasa (17/11/2020).
Baca Juga:
OTT di Mandailing Natal, KPK Tangkap 6 Orang Terkait Proyek Jalan PUPR
Zulkifli
ini menjadi kepala daerah kedua yang ditahan KPK dalam kurun
waktu dua minggu terakhir.
Sebelumnya,
ada Bupati Labuanbatu Utara (Labura),
Sumatera Utara, Khairuddin, yang
juga ditahan oleh KPK pada 10 November lalu.
Dengan
ditahannya Zulkifli, hal itu sesuai dengan pernyataan Ketua KPK,
Firli Bahuri,
bahwa akan ada dua kepala daerah yang ditahan dalam waktu dekat.
Baca Juga:
Skandal Korupsi Program Digitalisasi, Eks Mendikbud Nadiem Dicegah ke Luar Negeri
Konstruksi Kasus Wali Kota Dumai
Kasus
ini bermula pada Maret
2017. Saat itu,
Zulkifli bertemu dengan Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan
Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian
Keuangan di sebuah hotel di Jakarta.
Dalam
pertemuan itu, Zulkifli meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK
Dumai.
Setelahnya,
terjadi pertemuan berikutnya antara Zulkifli dengan Yaya. Dalam kesempatan itu,
Yaya menyatakan sanggup mengurusnya dengan fee
2 persen dari jumlah DAK yang cair.
Lalu,
Pemkot Dumai mengajukan pengurusan DAK Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 22 miliar.
"Dalam
APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp
22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang
dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan,"
kata Alex.
Pemkot
Dumai kemudian mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada
Kementerian Keuangan.
Beberapa
bidang yang diajukan,
antara lain, RS
rujukan, jalan, perumahan dan permukiman, air minum, sanitasi, dan pendidikan.
Zulkifli kembali bertemu dengan Yaya terkait usulan itu.
Yaya pun menyanggupinya untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 Kota Dumai.
DAK
itu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp 20 miliar dan
pembangunan jalan sebesar Rp 19 miliar.
"Untuk
memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada
Yaya Purnomo, ZAS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari
pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai," kata
Alex.
Diduga
atas adanya sejumlah bantuan itu, Yaya menerima Rp 550 juta sebagai fee. Fee
itu diduga dari uang yang dikumpulkan oleh Zulkifli dari pihak swasta yang jadi
rekanan proyek Pemkot Dumai.
"Penyerahan
uang setara dengan Rp 550 juta dalam bentuk Dolar Amerika, Dolar Singapura dan Rupiah pada Yaya Purnomo dkk dilakukan pada bulan
November 2017 dan Januari 2018," sambungnya.
Selain
kasus suap, Zulkifli juga dijerat dengan kasus penerimaan gratifikasi. Ia
diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 juta dan juga fasilitas kamar hotel
di Jakarta
dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai. Penerimaan
gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018.
Atas
perbuatannya, Zulkifli disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5
Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 dan Pasal 12 B UU Tipikor. [dhn]