WahanaNews.co, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya aliran dana dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang mengalir hingga ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal ini diungkap oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers mengenai penahanan tersangka baru dalam kasus proyek jalur kereta di DJKA, Yofi Oktarisza.
Baca Juga:
Ribuan Pejabat Belum Laporkan LHKPN, DPR Minta Sanksi Tegas
Yofi merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang saat ini menjadi BTP Semarang.
Menurut Asep Guntur Rahayu, Yofi menerima fee atau suap dari mitra proyek perbaikan atau pembangunan jalur kereta. Meskipun dia adalah PPK untuk 32 paket pekerjaan.
"Besaran suap yang diterima Yofi berkisar antara 10 hingga 20 persen dari nilai setiap paket pekerjaan," kata Asep dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Baca Juga:
Djan Faridz Diperiksa KPK, Enggan Bicara soal Dugaan Suap PAW DPR
Asep menjelaskan bahwa uang korupsi yang diterima Yofi mengalir ke sejumlah pihak, termasuk BPK.
Rincian pembagian suap tersebut adalah 4 persen untuk BPK, 0,5 persen untuk Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenhub, 0,5 persen untuk Pokja Pengadaan, dan 3 persen untuk Kepala BTP.
"Untuk BPK, persentasenya berkisar antara 1 hingga 1,5 persen," tambah Asep.
Asep juga menyatakan bahwa Yofi menjadi PPK untuk 18 paket pekerjaan barang dan jasa yang merupakan warisan dari PPK sebelumnya serta 14 paket baru di BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah.
Suap tersebut salah satunya diterima dari pemilik PT Istana Putra Agung (IPA), PT Prawiramas Puriprima (PP), dan PT Rinenggo Ria Raya (RRR), yaitu Dion Renato Sugiarto.
Di antara paket pekerjaan Dion senilai Rp 128,5 miliar; Rp 49,9 miliar; dan Rp 37,1 miliar.
Dion juga diminta Yofi untuk mengumpulkan fee dari para kontraktor lain yang telah dimenangkan sebagai pelaksana proyek.
Yofi juga meminta Yofi menyimpan uang tersebut di bank.
Adapun sejumlah pemberian fee dari Dion yaitu Rp 5,6 miliar pada 2017; Rp 5 miliar pada 2018; Rp 3 miliar dalam bentuk logam mulia pada 2019; satu mobil Innova Reborn warna putih tahun 2016 pada 2017; dan 1 Honda Jazz warna hitam tahun 2017 pada 2018.
Dua mobil itu diserahkan kepada Yofi di Purwokerto.
Selain itu, Yofi menerima fee yang dikumpulkan Dion dari rekanan lain, termasuk Dion sendiri.
Fee itu di antaranya adalah deposito menggunakan Dion tahun 2018 senilai Rp 18 miliar yanyberkembag menjadi Rp 20 miliar.
“Pajak untuk deposito tersebut ditanggung oleh Saudara Dion,” tutur Asep.
Pada 2022, uang itu dicarikan Rp 6 miliar dan diubah menjadi obligasi di Bank mandiri senilai Rp 2 miliar dan Bank BCA Rp 4 miliar atas nama Dion.
Uang juga diubah ke Reksa dana atas nama Dion, tanah, logam mulia, hingga mobil Innova dan Honda Jazz.
Tersangka sebelumnya dalam kasus ini yang telah dibawa ke pengadilan adalah Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto.
Selanjutnya, Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamad Hikmat; Direktur PT KA Manajemen Properti, Yoseph Ibrahim; VP PT KA Manajemen Properti, Parjono; dan Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi.
Kemudian, PPK BTP Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan; Kepala BTP Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya; PPK Badan Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan, Achmad Affandi; PPK perawatan Prasarana Perkeretaapian, Fadliansyah; dan PPK BTP Jawa Bagian Barat, Syntho Pirjani Hutabarat.
Selain itu, Direktur PT Bhakti Karya Utama (BKU), Asta Danika; dan Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera, Zulfikar Fahmi.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada April 2024.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]