WahanaNews.co | Tukang becak bernama Setu mengaku, sempat berlatih tiga hari untuk membobol rekening milik seorang nasabah BCA di Surabaya, Jawa Timur, senilai Rp320 juta.
Hal itu disampaikan Setu saat duduk sebagai terdakwa dalam sidang yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (24/1/2023) kemarin.
Baca Juga:
Bongkar Sindikat Penjualan Rekening Judol, Polisi Sebut 1 Rekening Dihargai Rp10 Juta
"Saya cuma tukang becak, tidak tahu apa-apa," kata Setu seperti dikutip dari Antara.
Dalam sidang yang diketuai Majelis Hakim Marper Panulangan terungkap, Setu tidak beraksi sendirian, melainkan diajak terdakwa Mohamad Thoha, yang pekerjaan sehari-harinya tidak menentu, alias serabutan.
Korbannya adalah Muin Zachry, pemilik rumah kos di Jalan Semarang, Surabaya.
Baca Juga:
Pemerintah Provinsi Laksanakan PIN untuk Tangani KLB Polio di Sulawesi Tenggara
Thoha yang indekos di rumah korbannya mengetahui Muin yang berusia 79 tahun itu memiliki uang total senilai Rp345 juta yang disimpan di Bank BCA.
Perencanaan pencuriannya diawali dengan modus berpura-pura minta tolong transfer uang ke rekening bank kerabatnya, melalui kartu ATM milik Muin. Saat itu, di bilik ATM, Thoha mengintip demi mendapatkan nomor PIN-nya.
Di lain hari, Thoha mencuri kartu ATM, KTP dan buku rekening tabungan Muin agar dapat melakukan penarikan tunai di kantor BCA.
Tukang becak bernama Setu lantas dipilih karena sosoknya yang jika kepalanya dipasangi songkok atau kopiah dirasa semakin mirip Muin.
Setelah tiga hari diajari cara menarik uang tunai di bank dengan memalsukan tanda tangan Muin, berangkatlah Setu kantor Bank BCA Cabang Indrapura Surabaya pada 5 Agustus 2022. Aksinya sukses menarik uang sebesar Rp320 juta.
Tukang becak itu diberi imbalan Rp 5 juta, sisanya dibawa kabur Thoha yang lantas melarikan diri sampai ke Bandung, Jawa Barat.
Jaksa Penuntut Umum Estik Dilla Rahmawati mengatakan, akting tukang becak Setu mampu meyakinkan petugas teller BCA Cabang Indrapura Surabaya sebagai pemilik rekening atas nama Muin Zachry.
"Kemarin, dari keterangan teller-nya, karena sudah bawa buku tabungan asli, KTP dan kartu ATM dan tahu nomor PIN-nya, sehingga tidak melakukan konfirmasi ulang karena dari segi fisik dianggap telah punya bukti semuanya yang otentik," tutur Estik.
"Dan dia mengenakan kopiah dari idenya si Thoha agar semakin mirip dengan pemilik rekening Muin Zachry," tambahnya.
Dari Rp 320 juta yang ditarik tunai dari rekening BCA Muin Zachry, tersisa Rp48 juta yang telah dikembalikan kepada majelis hakim di tengah proses persidangan terbuka. Menurut Thoha, mayoritas uangnya telah habis.
Di antaranya untuk membeli dua unit ponsel Iphone 13 Promex, satu unit ponsel merek Oppo, bayar sekolah anak dan berjudi.
Namun, pihak BCA menolak mengganti uang korban, karena merasa sudah menjalankan proses pencairan dana sesuai standar operasional prosedur.
Pada umumnya, bank menerapkan syarat seperti KTP, buku tabungan, kartu ATM, dan PIN ATM untuk penarikan tunai di teller.
Ada juga yang meminta nasabah untuk difoto ulang saat di teller, untuk mencocokan dengan foto di KTP elektronik.
Melansir Kompas TV, pengamat perbankan dari Binus University Doddy Arifianto mengatakan, tiap bank punya SOP yang berbeda dalam pencairan dana di teller. Hal itu juga tidak diatur secara detil oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Ada yang saklek (ketat), ada yang longgar. Kalau bank pakai cek kornea mata nasabah, itu mahal sekali investasinya. Apalagi bank sekelas BCA, BRI, Mandiri, itu kan nasabahnya jutaan. Harus diminta satu-satu data kornea nasabahnya," sebut Doddy.
Ia menyampaikan, semakin ketat SOP yang diterapkan bank, juga akan mempengaruhi kenyamanan nasabah. Biasanya, semakin ketat bank semakin kurang nyaman bagi nasabah.
"SOP itu bagian dari service bank. Pihak bank juga pastinya tidak mau nasabah merasa seperti di penjara, harus begini harus begitu," ujar Doddy.
Namun, Doddy menilai teller bank juga bukan robot yang hanya mengikuti SOP. Seorang teller bank harus punya insting dengan profil nasabah yang dihadapinya.
"Pertama, zaman sekarang itu udah jarang banget orang tarik tunai ratusan juta di bank. Karena seperti mengundang bandit. Harusnya teller bank bertanya soal itu (tarik tunai ratusan juta)," ucap Doddy.
Terkait hal ini, pihak teller BCA memang sempat bertanya kepada pelaku, mengapa hanya sendirian datang ke bank untuk mengambil uang Rp320 juta. Kemudian dijawab oleh pelaku, jika ada keluarganya yang menunggu di mobil.
Namun, teller BCA yang bertugas saat itu memang tidak meminta pelaku untuk membuka maskernya. Padahal menurut Doddy, harusnya teller meminta setiap nasabah membuka maskernya, agar wajahnya bisa terlihat jelas.
"Bisnis bank jangan seperti robot, mereka kan dititipin uang banyak dari nasabah, hasil kerja bertahun-tahun," sebutnya.
"Kalau di teller harusnya dibuka maskernya. Kalau ada verifikasi dengan foto ulang lebih bagus lagi. Begitu fotonya tidak sama kan pasti mencurigakan," tambahnya.
Selain itu, setiap bank juga harus menjalankan prinsip Know Your Customer dengan baik.
"Misalnya, ada nasabah yang jarang transaksi, lalu tiba-tiba menarik dana dalam jumlah besar. Kalau robot akan langsung dijalankan transaksi itu. Tapi teller kan tidak bekerja sendiri. Dia bisa tanya atasannya yang ada disitu," jelas Doddy.
Di sisi lain, ia menilai pihak nasabah juga teledor. Lantaran pelaku dengan mudahnya mencuri buku tabungan, KTP, kartu ATM, hingga mengetahui PIN ATM.
"Karena nasabah yang bertanggung jawab dengan data-data pribadi dia. Sampai PIN ATM itu bagaimana ceritanya. Kalau banyak nasabah yang teledor, bisa bobol perbankan. Enggak ada yang mau bisnis bank," pungkas dia. [eta]