WahanaNews.co | Pelantikan Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dalam Kabinet Indonesia Maju telah menyebabkan kegelisahan di kalangan elit Partai Nasdem. Partai Nasdem merasa bahwa hak mereka terhadap kursi menteri tersebut telah diambil begitu saja.
Sebagai informasi, Budi dilantik sebagai Menkominfo sebagai pengganti Johnny G Plate, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem yang terlibat dalam kasus korupsi pembangunan menara base transceiver station (BTS) 4G.
Baca Juga:
IAW Minta Polisi Jangan Ragu Periksa Budi Arie Terkait Kasus Judi Online
Budi resmi dilantik sebagai Menkominfo oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Senin (17/7/2023). Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes-PDTT).
Sebelum keberhasilannya menduduki posisi tersebut, Budi dikenal karena ikut berperan dalam kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilihan Umum 2019 melalui kelompok relawan yang dipimpinnya, yaitu relawan Pro Jokowi (Projo).
Presiden Jokowi menaruh harapan yang besar pada Budi. Namun, di pihak lain, Partai Nasdem merasa bahwa mereka telah dirugikan dengan keputusan presiden tersebut.
Baca Juga:
Relawan Projo: Budi Arie Pejuang Garis Depan Berantas Judi Online
Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Nasdem Effendi Choirie menilai, pelantikan Budi Arie sebagai Menkominfo seperti meminjam tanpa izin atau gasab. Bahkan, Effendi beranggapan, pelantikan tersebut “tidak halal”.
“Menkominfo diberikan ke non-Nasdem meskipun Nasdem tidak berharap lagi di posisi itu, tetapi hukumnya tetap gasab, artinya mengambil hak orang lain. Tidak halal, minimal syubhat,” katanya dikutip dari Kompas.id, Rabu (19/7/2023).
Namun demikian, Effendi mengaku, partainya sudah tak ambil pusing soal bongkar pasang kabinet. Nasdem menyerahkan semua keputusan pada Jokowi.
“Ya Nasdem udah enggak pikirin menteri-menterinya, mau diganti siapa, mau diganti jam berapa, terserah. Udah enggak mikirin itu lagi,” ujar Effendi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Minggu (16/7/2023).
Menurut Effendi, Jokowi selama ini sudah bertindak seenaknya terhadap Nasdem. Sikap seenaknya itu kini kembali ditunjukkan dengan pelantikan Menkominfo yang bukan berasal dari kader Nasdem.
“Ya sak karepe (terserah) Jokowi-lah. Kan dia selama ini sudah sak karep-karepe dewe (seenaknya sendiri),” ungkapnya.
Meski begitu, Effendi menekankan, partainya akan terus bertahan di Kabinet Indonesia Maju. Pasalnya, Nasdem telah berkomitmen untuk mendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin sampai masa jabatan keduanya berakhir.
“Kita ingin menjadi orang baik, partai yang baik. Kalau dia (Jokowi) jahat, kepada kita, dia akan memperoleh balasan dan kami akan memperoleh kebaikan, itu saja,” tuturnya.
Persoalkan relawan
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menyoroti latar belakang Budi Arie sebagai Ketua Umum Relawan Projo. Ia khawatir, karena penunjukan Budi sebagai menteri, ke depannya, banyak orang lebih suka menjadi relawan ketimbang bagian dari partai politik.
"Saya khawatirnya nanti ke depannya orang-orang enggak mau berpartai lagi, lebih bagus jadi relawan," ujar Ali saat dihubungi wartawan, Senin (17/7/2023).
Ali mengaku tidak memiliki kapasitas untuk menilai seseorang yang menduduki jabatan tertentu. Hanya saja, menurut dia, orang-orang yang ditunjuk sebagai pembantu presiden seharusnya cakap di bidangnya.
"Kan harusnya pembantu presiden ini orang yang dianggap cakap untuk membantu presiden merealisasikan visi misinya," ujarnya.
Namun demikian, berbeda dengan Effendi Choirie, Ali menganggap tidak ditunjuknya kader Nasdem sebagai Menkominfo sudah tepat. Sebab, kasus korupsi yang menjerat eks Sekjen Nasdem Johnny G Plate belum selesai.
"Bagaimanapun Johnny Plate itu mantan Sekjen Partai Nasdem, sehingga tidak menunjuk Nasdem di situ (Menkominfo) itu suatu hal yang pas," kata Ali.
Alasan Jokowi
Presiden Jokowi sendiri telah angkat bicara soal alasannya tak melantik kader Nasdem sebagai Menkominfo pengganti Johnny G Plate. Dia mengaku ingin Menkominfo baru bekerja cepat.
"Agar segera bekerja cepat," kata Jokowi sambil tersenyum tipis saat menjawab pertanyaan wartawan di Istana Negara, Jakarta, dikutip dari Kompas.com.
Saat ditanya apakah ada komunikasi dengan Nasdem soal pengurangan jatah menteri partai pimpinan Surya Paloh itu, Jokowi kembali menjawab perihal kecepatan kerja.
"Agar ini selesai dengan kecepatan," ujar Jokowi lagi-lagi sambil tersenyum.
Jokowi pun mengaku ingin penyelesaian pembangunan menara BTS 4G, proyek yang menjerat Menkominfo sebelumnya, diutamakan. Pada saat bersamaan, katanya, penuntasan kasus hukum terhadap Johnny G Plate harus terus berjalan.
"Kita punya waktu yang sangat pendek. Saya ingin penyelesaian BTS diutamakan. Penyelesaian hukum silakan berjalan," ujar Jokowi.
"Penyelesaian BTS harus berjalan karena menyangkut pelayanan di daerah 3T. Jangan sampai kita sudah, sudah peristiwa hukum, BTS-nya terbengkalai ini saya enggak mau, tugas beratnya di situ," tuturnya.
Alasan lainnya memilih Budi Arie sebagai Menkominfo, lanjut Jokowi, karena perubahan dunia yang sangat akibat perkembangan information and communication technology (ICT). Dia pun berharap Budi Arie mampu mengemban tugas barunya dengan baik.
Atas tugas berat itu, Jokowi juga melantik Wakil Menkominfo Nezar Patria untuk mendampingi Budi. Nantinya, pemerintah juga akan membentuk satuan tugas (satgas) untuk menuntaskan proyek pembangunan menara BTS 4G.
“Memang kita waktunya mepet sekali,” imbuh kepala negara.
Penunjukan Budi Arie sebagai Menkominfo pun dinilai sebagai politik balas budi dari Presiden Jokowi ke pentolan relawan yang turut mengantarkannya ke kursi RI-1 lewat Pemilu 2019 lalu.
"Iya (politik balas budi). Karena, saya bilang dalam komunikasi politik itu, saya tidak menemukan model komunikasi politik yang benar-benar model, yang satu-satunya model kan tidak ada model," kata Pakar Komunikasi Politik, Lely Arrianie, dikutip dari Kompas TV, Rabu (19/7/2023).
Menurut Lely, memberikan jabatan kepada relawan bukanlah hal yang baru. Sebagai contoh, setelah Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017, Anies Baswedan merekrut 87 relawan dan pendukungnya untuk bergabung dalam Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Hal serupa juga terjadi pada masa pemerintahan Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lely menyatakan bahwa SBY juga mengangkat orang-orang kepercayaannya untuk menjadi bagian dari kabinetnya.
"Pak SBY yang menjadi menteri itu orang-orang kepercayaannya yang pastinya tidak mungkin menteri itu yang bisa menyikut kakinya," tuturnya.
Oleh karenanya, tak heran jika Jokowi kini memilih relawannya untuk menempati kursi kabinet, sebagai bagian dari politik balas budi. [eta]