WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyusun rencana setelah aksi Badan Ekseskutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).
Aksi BEM SI yang melibatkan sejumlah kampus di Indonesia tersebut akan berlangsung Senin 11 April 2022.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Setelah aksi mahasiswa berlangsung, Jokowi akan melantik anggota KPU dan Bawaslu, Selasa (12/4/2022) besok.
Pelantikan tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, Sabtu (9/4/2022).
Menurut Mahfud, pelantikan KPU dan Bawaslu itu menandakan pemerintah tegas menampik adanya isu penundaan Pemilu maupun perpanjangan masa jabatan Presiden 3 periode.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
"Pemerintah akan melantik anggota KPU dan Bawaslu yang telah dipilih secara sah melalui proses seleksi oleh panitia independen dan oleh DPR."
"Ini merupakan bukti bahwa pemerintah memang fokus menyiapkan pelaksanaan Pemilu 2024 bersama dengan KPU dan DPR," kata Mahfud saat memberikan arahan kepada masyarakat yang mengikuti Demo 11 April nanti, dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam RI.
Lebuh lanjut, Mahfud mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mengintervensi, baik kepada KPU maupun Bawaslu.
"Yakni dengan tetap menghormati independensi KPU dan Bawaslu."
"Kepada KPU dan Bawaslu diharapkan terus bekerja menyiapkan Pemilu sesuai dengan ketentuan konstitusi dan Undang-undang Pemilu," lanjut Mahfud.
Wiranto: Penundaan Pemilu Tak Mungkin Terjadi.
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto menyebut wacana masa jabatan presiden 3 periode maupun penundaan pemilu 2024, tidak mungkin terjadi.
Apalagi, untuk mewujudkan wacana-wacana tersebut perlu adanya perubahan konstitusi, ini yang tentunya tidak mudah dilakukan.
Hal tersebut disampaikan Wiranto setelah melakukan pertemuan dengan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara di Kantor Wantimpres, Jakarta, Jumat, (8/4/2022).
"Bahwa ini perlu kita klarifikasi, intinya saya sampaikan kenapa kita harus meributkan hal itu tatkala itu masih berbentuk wacana.
"(Seperti yang saya sampaikan kepada mahasiswa) mari kita berbicara secara rasional."
"Mungkinkah jabatan 3 periode ataupun penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan Presiden, dapat dilaksanakan dalam konteks UUD 1945."
"Karena ketiga-tiganya akan menyangkut perubahan pasal-pasal UUD 1945."
"Mungkinkah perubahan ini terjadi? Jawabannya tidak mungkin," kata Wiranto dalam konferensi persnya yang disiarkan YouTube Kompas TV.
Lanjut Wiranto, terdapat 4 alasan wacana-wacana ini tidak mungkin terjadi.
Alasan pertama, untuk melakukan amandemen UUD 1945 sulit dilakukan karena persyaratan yang berat.
"Itu harus kehendak seluruh masyarakat Indonesia yang dipresentasikan ke MPR."
"DI MPR itu kan ada DPR dan DPD, DPR sendiri dari 9 partai politik, hanya 3 parpol yang setuju untuk mengubah (konstitusi agar Pemilu ditunda dan Presiden 3 periode)."
"DPD sendiri tidak setuju, jadi mana mungkin kemudian terjadi perubahan UUD 1945 mengenai perubahan masa jabatan Presiden 3 periode."
Yang kedua, sampai sejauh ini tidak ada kegiatan apa pun di DPR
"Pembahasan itu tidak ada," sambung Wiranto.
Ketiga, pemerintah saat ini sedang sibuk dengan urusan penyehatan ekonomi nasional dan menyelesaikan mitigasi Covid-19, jadi tidak ada sama sekali membahas perpanjangan masa jabatan 3 periode.
Dan yang keempat, Jokowi menjawab wacana perpanjangan masa jabatan 3 periode sama saja menampar wajah Jokowi.
"Jokowi menjawab (wacana) itu sama saja menampar muka saya, itu menghancurkan saya."
"(Jokowi pada kesempatan lain juga mengatakan) Saya tidak tertarik, Saya juga akan patuh dan taat pada konstitusi."
"Dan yang terakhir disampaikan kepada para menteri untuk tidak membahas penundaan Pemilu maupun perpanjangan masa jabatan presiden."
Sehingga dari keempat alasan itu, menurut Wiranto, sangat tidak mungkin wacana-wacana itu terlaksana.
"Artinya dengan keempat argumentasi ini sudah jelas wacana itu akan berhenti di wacana, tidak mungkin dapat diimplementasikan atau diwujudkan, karena empat alasan itu," jelas Wiranto.[zbr]