WahanaNews.co, Jakarta - Ahmad Khoirul Umam, dosen Ilmu Politik dan International Studies di Universitas Paramadina, mengatakan bahwa Prabowo Subianto akan menghadapi kesulitan jika tidak bermitra dengan seorang tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) sebagai calon wakil presiden potensial.
Menurut Umam, situasi tersebut akan menjadi masalah jika Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) serta PDI-P mempertimbangkan peran NU dalam menentukan calon wakil presiden mereka.
Baca Juga:
Golkar Beberkan Pesan Politik Prabowo, SBY dan Jokowi yang Sering Kelihatan Bersama
Dengan demikian, Koalisi pendukung Prabowo perlu melakukan peninjauan ulang secara menyeluruh terhadap strategi pemilihan calon wakil presiden mereka.
“Sebab, jika Prabowo tidak menggandeng tokoh Nahdliyin, maka mesin pencapresan Prabowo akan kerepotan mengkonsolidasikan basis jaringan Nahdliyin untuk berpihak kepadanya,” ujar Umam, mengutip Kompas, Kamis (19/10/2023).
Adapun sejauh ini, KPP telah memilih Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres Anies Baswedan.
Baca Juga:
Istana Jelaskan Soal Mirip Mobil Dinas Presiden Lagi Isi Bensin di Shell Bukan Pertamina
Sementara, PDI-P dan PPP telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pendamping Ganjar Pranowo.
Baik Muhaimin maupun Mahfud dipandang sebagai representasi kaum santri dan warga Nahdliyin.
Menurut Umam, kehadiran Mahfud dalam gelanggang pertarungan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 memecah basis kekuatan politik NU.
Keberadaan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu berpotensi mengganjal target PKB yang berupaya menyatukan basis pemilih NU untuk mendukung Anies dan Muhaimin.
Berkaca dari situasi ini dan dalam waktu yang terbatas mengingat pendaftaran capres-cawapres hanya sampai 25 Oktober, Umam mengingatkan Prabowo harus memperhitungkan variabel NU yang menjadi representasi kelompok Islam moderat.
“Untuk mengamankan basis kekuatan politiknya, terutama di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai penentu kemenangan Pilpres 2024 mendatang,” ujar Umam.
Sejauh ini, beberapa nama yang masuk dalam daftar bursa cawapres Prabowo antara lain, putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka; Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, dan Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sementara itu, pengamat Universitas Padjadjaran Jannus TH Siahaan sebagaimana tayang dalam artikelnya di Kompas.com, menyebutkan bahwa pemilihan Mahfud sebagai pendamping sebenarnya jauh melampaui batas normalitas politik yang biasa dipakai oleh kandidat lain.
Faktor tersebut adalah masa depan Indonesia. Faktor ini sangat penting sifatnya, karena tidak saja menimbang potensi elektoral yang akan memastikan kemenangan, tapi juga sosok Mahfud MD tidak bisa diremehkan, dan mengutamakan peluang perbaikan masa depan bangsa setelah terpilihnya capres dan cawapres nanti.
Sebagaimana disampaikan sendiri oleh Mahfud MD bahwa membenahi penegakan hukum nasional adalah separuh persoalan bangsa Indonesia.
Dengan kata lain, jika penegakan hukum di negara ini dapat dijalankan secara efektif, jujur, adil, dan kompeten, maka sebagian besar masalah bangsa kita akan teratasi.
Ini mengindikasikan bahwa dasar yang mendasari keputusan Megawati Soekarnoputri, PDIP, dan Ganjar Pranowo dalam memilih calon pendamping Capres Ganjar Pranowo adalah keinginan dan komitmen yang kuat untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi negara, dan bukan semata-mata untuk mencapai kemenangan dalam pemilihan atau memperoleh dukungan finansial yang besar.
Dengan memilih Mahfud MD, PDIP berupaya menginspirasi rakyat Indonesia dan seluruh pemilih untuk menghubungkan secara langsung antara proses pemilihan pemimpin bangsa dengan harapan perbaikan masa depan negara kita.
Pertimbangan ini memiliki nilai yang lebih tinggi daripada pertimbangan-pertimbangan elektoral yang mungkin digunakan oleh Surya Paloh saat memilih Muhaimin Iskandar dan oleh Prabowo Subianto dalam menentukan bakal calon wakil presiden.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]