WAHANANEWS.CO, Jakarta - Mahfud MD kembali mengemukakan pandangan kerasnya soal polemik dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo. Ia menegaskan bahwa perkara yang menjerat Roy Suryo Cs tidak dapat dibawa ke pengadilan sebelum ada putusan lembaga peradilan lain yang secara sah menetapkan keaslian dokumen akademik Presiden.
“Kalau hukum mau ditegakkan secara adil, ya harus begitu, tidak boleh Roy Suryo diadili sementara pokok masalah belum diputus pengadilan lain,” kata Mahfud pada Senin (11/1/2025) melalui kanal YouTube Mahfud MD Official.
Baca Juga:
Lahan Negara Dijual Lagi ke Negara, KPK Usut Dugaan Korupsi di Proyek Whoosh
Ia menambahkan bahwa penetapan delapan tersangka oleh Polda Metro Jaya tidak bisa menggantikan putusan pengadilan terkait keaslian dokumen.
Mahfud mengaku belum mengetahui persis dasar jerat hukum Roy Suryo.
“Saya ini tidak tahu persis Roy itu dijeratnya karena apa, apakah soal ijazah palsu atau karena menimbulkan kegaduhan, menimbulkan keonaran, atau menyebarkan berita bohong,” ujarnya. Ia menekankan bahwa pembuktian materiil perkara harus dibedakan dari persoalan autentikasi ijazah.
Baca Juga:
Koramil di Bandung Terbitkan Izin Keramaian Disorot Mahfud MD, Kodim Buka Suara
Ia mengingatkan bahwa sikap tersebut sudah ia sampaikan sejak Maret 2024, ketika menyampaikan orasi di Yogyakarta pasca Hari Raya.
“Saya waktu itu bilang, pembuktian soal asli atau tidaknya ijazah harus lewat pengadilan, bukan lewat pernyataan polisi,” tutur Mahfud.
Menurutnya, hakim wajib memastikan dasar formil sebelum masuk pokok perkara. “Hakim itu harus melihat dulu putusan pengadilan lain tentang keasliannya, jangan tiba-tiba memeriksa dakwaan tanpa fondasi keaslian dokumen,” kata Mahfud.
Ia juga menyoroti posisi penyidik dalam perkara ini. “Polisi itu tugasnya mengumpulkan alat bukti, bukan menyatakan asli atau palsu, karena itu nanti hakim yang memutuskan,” ucapnya.
Dalam skenario pertama yang ia paparkan, terdakwa pasti akan meminta pembuktian awal.
“Roy Suryo tentu akan bilang begini: buktikan dulu ijazah Jokowi itu asli, mana aslinya, karena kalau saya dituduh menuduh palsu, ya harus ditunjukkan dulu yang asli,” kata Mahfud.
Jika logika itu tidak dijawab dengan mekanisme hukum yang tepat, ia memperingatkan bahwa proses peradilan akan bias.
“Kalau logika ini tidak dibalik oleh hakim nanti bisa kacau hukumnya dan tidak akan jelas duduk persoalannya,” ujarnya.
Skenario kedua, menurut Mahfud, hakim bisa langsung menyatakan dakwaan tidak dapat diterima.
“Kalau pembuktian keasliannya tidak ada dan polisi cuma bilang identik, ya hakim bisa bilang dakwaan tidak dapat diterima, NO, karena cacat formil,” kata Mahfud.
Ia menegaskan bahwa mekanisme tersebut sah dan seharusnya ditempuh apabila unsur formil tidak terpenuhi.
“Kalau mau adil, ya begitu, proses ijazah dulu di pengadilan lain, baru masuk pokok perkara pencemaran atau tuduhan palsu,” ucapnya.
Mahfud juga membantah kabar yang menyebut ia pernah menyatakan ijazah Jokowi asli.
“Itu hoaks, saya tidak pernah bilang ijazah Jokowi asli, itu pelintiran dari ucapan saya yang lama,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa saat itu ia hanya meminta UGM fokus pada aspek administrasi.
“UGM itu cukup bilang bahwa universitas sudah mengeluarkan ijazah resmi atas nama Joko Widodo, titik, tidak usah menilai yang diperdebatkan masyarakat itu asli atau palsu, karena itu urusan pengadilan,” ujar Mahfud.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa seluruh proses kini berada di ranah peradilan.
“Sekarang pengadilannya sudah berjalan, ya sudah, biarkan pengadilan yang memutuskan, tidak perlu diributkan,” kata Mahfud.
Sementara itu, penyidikan di Polda Metro Jaya terus berjalan sejak laporan yang diajukan langsung oleh Presiden Jokowi.
Penyidik disebut masih melengkapi berkas dan pemeriksaan saksi serta ahli untuk memenuhi unsur pasal. Polda Metro Jaya memastikan penetapan delapan tersangka telah mengikuti prosedur, meski klarifikasi lanjutan tetap terbuka.
“Penyidikan terus bergulir sesuai aturan yang berlaku,” ujar pihak Polda Metro Jaya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]