WahanaNews.co | Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri akhirnyamenahan
dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pencabutanred noticeatas
nama Djoko Soegiarto Tjandra, IrjenNapoleon
Bonapartedan pengusaha TommySumardi.
Keduanya ditahan
sebelum penyidik melakukan pelimpahan tahap II untuk kasus tersebut.
Baca Juga:
Pernah Putus Sekolah, Djoko Jadi Pemilik Alfamart Berharta Triliunan
Kepala Biro Penerangan
Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Awi Setiyono, mengatakan, penyidik memanggil Irjen Napoleon dan Tommy Sumardi pada Rabu (14/10/2020) kemarin.
"Menjelang
dilaksanakannya tahap II, penyidik Tipikor Bareskrim Polri hari ini memanggil
dua tersangka atas nama NB dan TS," kata Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta
Selatan.
Pelimpahan tahap II
adalah ketika penyidik melimpahkan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum (JPU).Hal itu dilakukan
setelah berkas perkaradinyatakan lengkap atau P21 oleh kejaksaan.
Baca Juga:
MA Perberat Masa Hukuman Djoko Tjandra Jadi 4,5 Tahun
Awi mengatakan,
Napoleon tiba padapukul 11.00 WIB. Satu jam setelahnya, giliran Tommy
yang memenuhi panggilanpenyidik.
Sebelum ditahan, kedua
tersangka itu menjalani tes swab terkait Covid-19.
"TersangkaNB
(Napoleon Bonaparte) langsung dilakukan swab dan selanjutnya dilakukan
upayapaksa berupa penahanan," kata Awi.
Irjen Napoleon dan
Tommy Sumardi sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim sejak 14
Agustus 2020. Namun, saat itu keduanya tidak langsung ditahan.
Awi mengatakan,
keputusan untuk tidak menahan kedua tersangka sebelumnya karenapenyidik
tak ingin terikat dengan masa penahanan tersangka.
"Karena
memangpenyidikan tipikor di Bareskrim itu beda dengan yang dilaksanakan
KPK, jadi kita tidakmau terbelenggu dengan kita menahan orang tahu-tahu
kasusnya panjang atau bisalama untuk P21-nya," ujar Awi.
Dalam kasus ini, ada
empat tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Bareskrim. Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi berstatus sebagai tersangka dan diduga sebagai
pemberi suap. Sementara Irjen Napoleon dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo diduga
menerima
suap.
Djoko Tjandra diduga
mengucurkan dana untuk menghapusred noticeatas
nama dirinya dari basis data interpol.
Pihak yang ditujukan
untuk membantu proyek itu adalahNapoleon Bonaparte yang merupakan mantan
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri dan membawahi Sekretaris NCB Interpol yang
mengurus red notice.
TersangkaDjoko Tjandrasekaligus
merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie)
Bank Bali.Ia pun sedang
menjalani tahap persidangan untuk kasus surat jalan palsu yang
menjeratnya.
Prasetijo juga menjadi
tersangka di kasus surat jalan palsuyang sudah masuk tahap persidangan.
Kasus
terhapusnyared noticeDjoko Tjandramulanya
diketahui setelah buronan 11 tahun itu masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi untuk mendaftarkan Peninjauan
Kembali kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Belakangan diketahui
nama Djoko sudah terhapus darired noticeInterpol
dan daftar cekal Direktorat Jenderal Imigrasi.
Dalam perkembangan
kasus ini, Napoleon sempat mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya
sebagai tersangka. Namun gugatan itu ditolak hakim.
Bahkan,dalam
sidang praperadilan terungkap bahwa proyek pencabutanred noticeitu
telahdisepakati memakan upah biaya sebesar Rp 10 miliar.
Protes
Terpisah, kuasa hukum Irjen
Napoleon, Santrawan Paparang, memprotes penahanan kliennya. Ia menyebut tak ada perintah penahanan
Napoleon untuk 20 hari ke depan mulai Rabu (14/10/2020) di Rutan Bareskrim Polri.
Santrawan pun
berencana menempuh jalur hukum meski baru menerima kuasa resmi dari Napoleon pada 11
Oktober 2020.
"Kami tidak mengerti
atas dasar apa, alasansubjektif dan objektif sudah selesai. Ini tinggal
pelimpahan, beliau sangat kooperatif,"kata Santrawan, di Gedung Bareskrim Polri.
Santrawan meminta
kepada Kapolri, Wakapolri, Irwasum hingga Kabareskrim untuk menyalurkan hak hukum
kliennya.
"Dalam pengertian
berikanlah hak hukum beliau untuk mengajukan laporan polisi terhadap Tommy
Sumardi, bukan kami para advokat yang melapor, tapi beliau [Napoleon] langsung,"
ungkapnya.
Bila kliennya betul
menerima duit, lanjut Santrawan, apakah berani mengadukan Tommyke polisi.
Lalu ia mempertanyakan
duit yang diberikan Tommy sekarang diperuntukkan apa saja. Sebab, menurut dia, tak ada uang yang disita
dari Napoleon.
Tuduhantersebut
dapat menjadi bola liar dan preseden buruk penegakan hukum lantaran
siapapun bisa menuding orang lain.
Rekam Jejak Sang Jenderal
Meski berstatus
jenderal bintang dua, tak banyak yang diketahui kinerja dari Irjen Napoleon.Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, mengatakan, tidak ada yang
mencolok yang ditorehkan dalam karir Napoleon selama meniti karir di Polri.
"Saya kira
prestasinya datar-datar saja. Tidak ada yang istimewa," kata Neta
kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Irjen Napoleon sendiri
merupakan personel Polri yang terbilang sudah cukup senior di korps
Bhayangkara.
Dia merupakan perwira
tinggi Polri kelahiran 26 November 1965. Irjen Napoleon juga merupakan alumni Akademi
Kepolisian (Akpol) tahun 1988.
Karirnya mulai moncer usai menjabat pertama kali
sebagai Kapolres Ogan Komering Ulu Polda Sumatera Selatan pada 2006 silam.
Dua tahun setelahnya,
karirnya melejit hingga menjabat sebagai Wakil Direktur Reskrim Polda
Sumatera Selatan pada 2008.
Hanya setahun
berselang, ia langsung didapuk sebagai Direktur Reskrim Polda
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2009.
Pada 2011, barulah
Irjen Napoleon dipanggil untuk mulai berkarir di Mabes Polri. Ia memulai menjabat
sebagai Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Polri.
Setahun setelahnya, ia menjabat
Kabagbinlat Korwas PPNS Bareskrim Polri pada 2012 dan menjabat sebagai Kabag
Bindik Dit Akademik Akpol pada 2015.
Irjen Napoleon memulai
karir sebagai bagian dari interpol pada 2016. Pertama kali ia menjabat sebagai Kabagkonvinter Set
NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri hingga menjadi Ses NCB Interpol
Indonesia Divhubinter Polri pada 2017.
Tiga tahun setelahnya,
ia kemudian menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri, menggantikan Irjen
Pol (Purn) Saiful Maltha pada 3 Februari 2020.
Namun, baru lima bulan
menjabat, dia dimutasi karena diduga lalai mengawasi bawahannya hingga
terbitnya penghapusanred noticeDjoko Tjandra.
Dia kini menjabat
sebagai Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri, terhitung sejak 17
Juli 2020. [qnt]