WAHANANEWS.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membuat gebrakan baru dengan mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 55 UU HKPD yang memasukkan spa sebagai jasa hiburan.
Keputusan ini sekaligus mengubah stigma terhadap spa, mengukuhkannya sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional berbasis kearifan lokal.
Baca Juga:
Pemerintah Arab Saudi Menunjuk Faisal al-Mujfel Sebagai Duta Besar Baru untuk Suriah
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 19/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh 22 pemohon.
Permohonan tersebut menggugat Pasal 55 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Para pemohon mempermasalahkan penggolongan layanan mandi uap atau spa sebagai jasa hiburan. Mereka berpendapat bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28G Ayat (1), Pasal 28H Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Baca Juga:
Manjakan Diri dengan Pengalaman Spa di Dragon Shiatsu & Massage Jakarta Barat
Pasal 55 UU HKPD mencantumkan spa sebagai bagian dari jasa hiburan, sejajar dengan diskotek, kelab malam, dan bar.
Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang yang digelar di Jakarta, Jumat (3/1/2025), menyatakan, “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian.” Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa frasa "dan mandi uap/spa" dalam pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, kecuali jika dimaknai sebagai bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional.
Para pemohon merasa dirugikan oleh stigma negatif akibat penggolongan spa dengan tempat hiburan malam.
Dalam pertimbangannya, MK menyebutkan bahwa klasifikasi tersebut tidak memberikan kepastian hukum atas spa sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional.
Kondisi ini dinilai dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap penggunaan jasa spa sebagai layanan kesehatan berbasis tradisi.
MK juga merujuk pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta PP Nomor 103 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2024.
Dalam aturan-aturan tersebut, spa diakui sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional, mencakup aspek promotif, preventif, hingga rehabilitatif.
Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2014 menetapkan bahwa spa merupakan bentuk pelayanan kesehatan tradisional dan modern yang menggunakan terapi berbasis air, ramuan, aroma, serta metode lainnya untuk menjaga keseimbangan tubuh, pikiran, dan jiwa.
“Pengakuan ini menunjukkan pentingnya peran pelayanan kesehatan tradisional dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya dalam mempertahankan kearifan lokal.
Oleh karena itu, layanan mandi uap/spa dengan manfaat kesehatan berbasis tradisi lokal harus diakui sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional,” tegas MK.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]