WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, dan mengamankan delapan orang terkait dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Dari jumlah tersebut, enam orang resmi ditetapkan sebagai tersangka, sementara dua lainnya dipulangkan karena tidak cukup bukti.
Baca Juga:
OTT KPK di OKU, 6 Orang Jadi Tersangka Suap Proyek PUPR
Dua orang yang dipulangkan adalah Arman, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Pemkab OKU, serta seorang individu berinisial S yang identitasnya tidak diungkap lebih lanjut.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan keputusan tersebut diambil setelah hasil penyelidikan menunjukkan keterlibatan mereka belum terbukti kuat.
"Nah, yang dua lagi itu karena hasil dari kita melihat fakta-fakta perbuatannya masih belum cukup bukti," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025).
Baca Juga:
OTT di OKU, KPK Amankan Uang Rp2,6 Miliar
Setelah menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres OKU, kedua orang tersebut akhirnya dipulangkan sebelum batas waktu 1x24 jam.
"Jadi sebelum 1x24 jam dari malam kita tentukan. Sekarang yang bersangkutan sudah kita kembalikan," ujarnya.
Enam Tersangka Korupsi Proyek PUPR
KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka, terdiri dari empat penerima suap dan dua pemberi suap. Mereka adalah:
Penerima Suap:
Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU, Nopriansyah (NOP)
Ketua Komisi III DPRD OKU, M. Fahrudin (MFR)
Ketua Komisi II DPRD OKU, Umi Hartati (UH)
Anggota Komisi III DPRD OKU, Ferlan Juliansyah (FJ)
Pemberi Suap:
M. Fauzi alias Pablo (MFZ) – Pihak swasta
Ahmad Sugeng Santoso (ASS) – Pihak swasta
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa keenam tersangka langsung ditahan untuk 20 hari pertama sejak 16 Maret hingga 4 April 2025.
"Semua sepakat untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka. Penyidik selanjutnya melakukan penahanan terhadap enam tersangka tersebut selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 16 Maret sampai dengan 4 April 2025," ujar Setyo dalam konferensi pers.
Modus Suap: Proyek Bernilai Rp35 Miliar
Setyo menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada Januari 2025 saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU Tahun Anggaran 2025.
Sejumlah anggota DPRD OKU meminta jatah pokok pikiran (pokir) seperti tahun-tahun sebelumnya. Setelah negosiasi, disepakati bahwa pokir diberikan dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR dengan nilai awal Rp45 miliar.
Namun, karena keterbatasan anggaran, jumlah proyek yang disepakati dikurangi menjadi Rp35 miliar.
Sebagai kompensasi, anggota DPRD OKU menuntut komitmen fee sebesar 20 persen dari nilai proyek, sementara Dinas PUPR menerima 2 persen.
Dalam skema suap ini, terdapat sembilan proyek yang dikondisikan, di antaranya rehabilitasi Rumah Dinas (Rumdin) Bupati dan Wakil Bupati OKU dengan total nilai proyek mencapai Rp10,86 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
FJ, MFR, UH, dan NOP sebagai penerima suap dikenakan Pasal 12 huruf a, b, f, serta Pasal 12B. Sementara itu, MFZ dan ASS sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dalam UU yang sama.
Penyelidikan KPK masih terus berlanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]