Anggota Majelis Etik Dewas KPK Albertina Ho menegaskan pihaknya sudah tidak bisa meminta pertanggungjawaban Hengki lagi. Hanya saja, untuk proses penegakan hukum pidana, Albertina menyatakan hal itu masih bisa dijangkau karena KPK bisa melakukan pengusutan kasus tindak pidana korupsi.
"Kemudian kalau ditanyakan bagaimana disiplinnya, disiplinnya tentu saja di sini enggak bisa menjangkau karena dia sudah di Pemprov DKI," terang Albertina.
Baca Juga:
Polres Parigi Moutong Tingkatkan Pelayanan SKCK dengan Penambahan Petugas
"Namun demikian, untuk pegawai yang ini [Hengki], ada juga PNYD, dari Dewan Pengawas, kami pikir kami akan memberikan putusan kami juga, atau memberitahukan kepada instansi asalnya mengenai proses etik yang telah dijalani di sini," imbuhnya.
Cara kerja pungli
Albertina mengungkapkan cara kerja pungli di Rutan KPK yang terjadi selama 2018-2023. Di awal-awal, terang dia, para pegawai KPK menerima pungli secara pribadi atau personal. Belum ada sistem yang tersusun sistematis.
Baca Juga:
Akibat Pungli Rp160 Juta, Mantan Lurah di Semarang Dihukum 4 Tahun
"Lalu kemudian setelah adanya Hengki mulai dibuat secara sistematis. Dari pihak tahanan ada yang disebut Korting [Koordinator Tempat Tinggal], yang mengumpulkan. Kemudian dari pihak KPK (pegawai) itu ada yang disebut lurah, yang menerima dari Korting lalu membagikan kepada penjaga-penjaga Rutan secara langsung atau melalui komandan regunya. Itu sistemnya. Sudah lebih sistematis setelah ada Hengki," kata Albertina.
Setelah Hengki pergi, penunjukan 'lurah' pengganti berdasarkan faktor 'yang dituakan'.
"Setelah Hengki pergi itu juga ada lagi yang lainnya dan mereka menunjuknya secara langsung, ini saja yang dituakan. Istilah mereka yang dituakan," tutur Albertina.