WahanaNews.co | Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indo Barometer, M
Qodari, mendukung wacana Joko Widodo alias Jokowi untuk menjabat tiga periode sebagai Presiden RI.
Ia bahkan pede (percaya diri) mendorong duet Jokowi dengan Prabowo
Subianto untuk Pilpres 2024.
Baca Juga:
Deklarasi Jokowi-Prabowo Relawan JokPro DKI, Qodari: Kami Takkan Lobi PDIP-Gerindra
Qodari punya
alasan menduetkan dua nama tokoh itu, karena persoalan negara saat ini
masih menyangkut polarisasi dan politik identitas.
Ia bilang, polarisasi dan politik
identitas biasa muncul dan punya dampak berbahaya saat momentum Pemilu.
"Dan, ini jawabannya. Dan, terus
terang, saya ngeri melihat Pilpres AS yang baru saja terjadi tahun lalu. Di
mana kok bisa begitu ya, di mana Amerika yang sudah 250 tahun berdiri. Lalu, kemudian Pilpresnya bisa seperti itu. Di mana pendukung Trump menyerbu Gedung Kongres, berusaha
membatalkan penetapan kemenangan Joe Biden," kata Qodari, dalam Kabar Petang tvOne
yang dikutip pada Senin (22/3/2021).
Baca Juga:
Politikus PDIP Tantang Seknas Jokowi-Prabowo Ubah UUD
Dia heran dengan peristiwa penyerbuan Gedung Kongres yang dilakukan pendukung Donald
Trump.
Padahal, Trump tak ada di tempat dan
hanya memberikan komando penyerbuan melalui akun sosial media.
Bagi dia, hal seperti ini bukan
mustahil bisa terjadi di Indonesia.
"Negara kita baru 76 tahun,
tingkat pendidikan masyarakat lebih rendah. Kita punya pengalaman-pengalaman 2014, 2019, dan Pilkada Jakarta 2017. Di mana yang
namanya Pemilu itu, sedemikian rupa sampai di titik dalam tanda kutip
menurut saya membahayakan," jelas Qodari.
Terkait tiga periode Jokowi yang
melawan konstitusi, ia menjawabnya.
Ia menekankan konstitusi itu membuka
ruang untuk perubahan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Konstitusi itu pertama-tama
bukan kitab suci. Yang kedua, konstitusi sendiri membuka ruang bagi perubahan.
Dan, itu diatur dalam UUD 1945," katanya.
Menurutnya, melakukan amandemen UUD
1945 itu memungkinkan dengan syarat-syarat yang harus dilalui.
Ia bilang, amandemen juga sudah
dilakukan beberapa kali.
"Dan, kita sendiri sesungguhnya
UUD 1945 itu sudah pernah di amandemen 1999, 2000, 2001, dan 2002. Empat kali.
Jadi, kalau ada amandeman lagi, kenapa tidak?" lanjut Qodari.
Kemudian, ia menyampaikan bahwa UUD
atau UU itu adalah kebijakan publik yang mesti relevan
dengan situasi kondisi.
"Dia harus menjawab persoalan.
Jangan konstitusi untuk konstitusi saja, begitu," tuturnya.
Pun, ia meyakini dengan duet
Jokowi-Prabowo, maka dua pendukung yang selama ini
berseteru akan tak ada lagi di 2024.
"Ini dua tokoh yang selama ini
menjadi imajinasi politik masyarakat Indonesia. Kalau bergabung maka yang
namanya cebong dan kampret itu tidak akan ada lagi di
2024," ujarnya.
Menyangkut isu 3 periode, Jokowi
menegaskan, belum ada niat menambah masa jabatan sebagai Presiden RI.
Isu 3 periode mencuat kembali usai
dihembuskan politikus senior, Amien Rais. Pendiri
Partai Ummat itu curiga adanya upaya amandemen UUD 1945.
Isu ini memunculkan tanggapan
penolakan dari berbagai pihak.
Presiden Jokowi kemudian bersuara
dengan menegaskan dirinya tak mendukung wacana jabatan tiga periode.
Ia juga mengatakan tak berminat
menjabat tiga periode. Menurutnya, saat ini amanat konstitusi perlu dijaga.
"Saya tegaskan, saya tidak ada
niat. Tidak berminat juga menjadi presiden tiga periode. Konstitusi
mengamanatkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama-sama," kata
Presiden Jokowi, dalam keterangan persnya di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/3/2021). [dhn]