WahanaNews.co, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengundang empat menteri dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menghadiri sidang sengketa hasil Pilpres 2024.
Dalam sidang tersebut, MK menetapkan bahwa para menteri dan DKPP hanya dapat dimintai keterangan oleh hakim.
Baca Juga:
MK Kabulkan Uji Materi Soal Pejabat Daerah dan Anggota TNI/Polri dapat Dipidana Jika Tidak Netral di Pilkada
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang sengketa Pilpres yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Gedung MK pada Senin (1/4/2024).
Awalnya, Suhartoyo menyatakan bahwa para hakim MK telah melakukan rapat terkait sengketa Pilpres.
Setelah rapat, hakim MK setuju untuk memanggil empat menteri. Keempat menteri yang dipanggil adalah Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
"Berdasarkan hasil rapat Yang Mulia Para Hakim tadi pagi, yang pertama yang perlu didengar oleh Mahkamah adalah Saudara Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kemudian yang kedua, Bapak Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Tiga, Ibu Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan. Empat, Ibu Tri Rismaharini, Menteri Sosial. Dan lima, dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Jadi, 5 yang dikategorikan penting didengar oleh Mahkamah," ujar Suhartoyo.
Dia mengatakan pemanggilan itu bukan berarti MK mengabulkan permintaan pihak pemohon. Suhartoyo menegaskan MK menolak permintaan pemohon untuk memanggil menteri, namun hakim MK sepakat untuk memanggil karena merasa membutuhkan keterangan para menteri itu.
"Ini bukan berarti Mahkamah mengakomodasi Permohonan Pemohon 1 maupun 2. Karena sebagaimana diskusi universalnya kan, badan peradilan yang menyelenggarakan persidangan yang sifatnya inter partes itu, kemudian nuansanya menjadi keberpihakan kalau mengakomodasi pembuktian-pembuktian yang diminta oleh salah satu pihak. Jadi ini semata-mata, Pak Otto (kuasa hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan), untuk kepentingan Para Hakim. Jadi, dengan bahasa sederhana, Permohonan Para Pemohon itu sesungguhnya kami tolak, tapi kami mengambil sikap tersendiri karena Jabatan Hakim memilih pihak-pihak ini dipandang penting untuk didengar di persidangan," ujarnya.