WahanaNews.co | Anggota Tim Perumus Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pemerintah Yenti Garnasih mengaku heran begitu banyak pihak yang mengkritik ketentuan pidana mati dalam KUHP terbaru.
Menurut Yenti, masyarakat semestinya memikirkan para korban yang meninggal akibat perbuatan pelaku kejahatan, bukan malah pelakunya.
Baca Juga:
Kuatkan Putusan PN, Pengadilan Tinggi Vonis Mati Pemilik Pabrik Ekstasi di Medan
"Kalau berbicara begitu, kita kadang-kadang khawatir ya, khawatir lebih banyak pespektif melihat 'pelaku jangan diini-inikan, pelaku jangan dini-inikan', tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan korban, bagaimana korban itu," kata Yenti dalam diskusi yang digelar Partai Perindo di Jakarta, Sabtu (24/12/2022).
Yenti mengaku tak sependapat dengan anggapan yang menyebut hanya Tuhan yang bisa mencabut nyawa manusia, dalam hal ini dengan menjatuhkan hukuman mati.
Sebab, menurut Yenti, para pelaku kejahatan pun sebetulnya tidak boleh membunuh orang lain.
Baca Juga:
Kurir Sabu 28 Kg dan 14.431 Ekstasi Divonis Mati PN Medan
"Tadi disampaikan, yang boleh mencabut nyawa manusia hanya Tuhan, ketika dia melajukan pembunuhan dengan sangat keji, memang dia Tuhan boleh membunuh warga negara kita dengan sangat keji?" kata Yenti.
Ia mengatakan, pidana mati juga diperlukan untuk mencegah berulangnya kejahatan yang dilakukan seseorang.
Yenti pun menegaskan, ketentuan pidana mati si KUHP baru telah dimodifikasi sehingga ada masa percobaan selama 10 tahun bagi terpidana yang dijatuhi hukuman mati.