WahanaNews.co | Sidang judicial review UU Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK) terus berlangsung.
Dalam sidang siang ini, pihak pemohon mengundang seorang saksi yang menjalani hidup berpasangan dengan nikah beda agama, Gerald Ginting.
Berikut kesaksian Gerald Ginting yang disiarkan lewat kanal YouTube MK, Senin (18/7/2022):
Baca Juga:
Persoalkan Aturan Nikah Beda Agama, Pemohon Dinasihati MK
Pengacara pemohon:
Bagaimana awalnya?
Gerald Ginting:
Baca Juga:
Terlahir dari Pernikahan Beda Agama, Desta Curhat soal Alasannya Ikut Kepercayaan Ayah
Dulu ada usul dari keluarga untuk pindah agama saja dulu. Setelah menikah, kembali lagi. Setahu saya, nikah itu sakral. Jadi jangan tipu-tipu, harus legal dan bener.
Kami mengajukan dispensasi ke gereja, di Katolik, memberikan dispensasi beda agama. Lalu kita nikah di gereja, lalu ke catatan sipil.
Pengacara pemohon:
Apa ada hambatan?
Gerald Ginting:
Tentu saja. Pertama karena mau mempertahankan agama masing-masing. Memang agak sulit, setelah diskusi dengan kedua belah keluarga, ya seperti itu. Dispensasi.
Kemungkinannya di sini, atau ke luar negeri. Tapi kita rakyat Indonesia, kenapa nggak bisa?
Pengacara pemohon:
Apakah gereja pasti memberikan dispensasi?
Gerald Ginting:
Saya nggak ngerti, saya ajukan dengan penuh yakin. Saya kenal dengan pastor. Saya bawa juga calon juga, diajukan. Bicara baik-baik.
Pengacara pemohon:
Apakah ada tanggapan negatif dari masyarakat?
Gerald Ginting:
Ada lah, ada yang ngomong dosa. Basisnya membentuk keluarga yang baik, menjadi pernikahan dan sakral. Sesuatu yang sakral tidak bisa dimulai dengan yang bohong-bohongan.
25 Tahun ini ya menjadi aman. Meski ada pandangan-pandangan negatif. Nikah satu agam pun bisa ribut juga. Bisa bubar juga.
Pengacara pemohon:
Anda sudah 20 tahun lebih, ada permasalahan karena beda agama?
Gerald Ginting:
Sama sekali nggak. Saya sama sekali senang. Natal merayakan bersama. Lebaran saya datang ke rumah mertua. Masalah selalu ada. tapi mempengaruhi nggak. Kami malah saling mengingatkan. Saat puasa mengingatkan istri sahur. Istri juga begitu mengingatkan saya ke gereja.
Anak pun saya bebaskan. Pilihan dia mau milih yang mana. Buat saya ngggak masalah.
Pengacara pemohon:
Bagimana pendidikan ke anak?
Gerald Ginting:
Kita jalani masing-masing, mau ikut saya boleh. Mau ikut istri silakan saja. Agama kebutuhan masing-masing. Merasa cocok saya, ikut saya. (Anak) Saya rasa dipengaruhi teman-temannya.
Sebagaimana diketahui, permohonan ini diajukan oleh perorangan beragama Khatolik yang berdomisili di Kampung Gabaikunu, Papua, E Ramos Petege.
Dalam permohonannya, ia hendak melangsungkan perkawinan dengan perempuan pemeluk agama Islam. Namun karena terkendala UU Perkawinan, Petege tidak bisa melangsungkan pernikahan.
"Lembaga‐lembaga HAM dunia, termasuk organisasi non-pemerintah seperti Amnesty International menganggap hak untuk menikah dan membentuk keluarga ini adalah bagian dari hak asasi manusia. Berbagai komentar umum Komite HAM PBB, putusan-putusan Komite HAM Umum PBB ketika memeriksa kasus-kasus perselisihan antara warga negara dengan negara anggota PBB terkait pernikahan menyatakan 'Tidak boleh ada keraguan untuk membolehkan pernikahan beda agama di dalam berbagai kasus negara‐negara tersebut'," beber ahli dari pemohon, Direktur Amnesty Indonesia, Usman Hamid di persidangan. [rsy]