WahanaNews.co | Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, mempertanyakan alasan pengumuman waktu penyelenggaraan Pemilu 2024 tetap pada 14 Februari tersebut dilakukan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara langsung.
Masinton juga turut menyinggung keberadaan menteri koordinator (menko) di Kabinet Indonesia Maju yang pongah dan merasa paling berkuasa saat Jokowi menegaskan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 digelar pada 14 Februari.
Baca Juga:
Kisruh Pendaftaran Masinton-Mahmud, Bawaslu Minta Klarifikasi Komisioner KPU Tapteng
"Pertanyaannya adalah ke mana menko yang menggalang dukungan palsu tiga periode masa jabatan presiden tersebut? Di mana batang hidung menteri pongah sok merasa paling kuasa itu?" kata Masinton, Senin (11/4).
Ia bilang, gagasan menunda Pemilu 2024 atau memperpanjang masa jabatan presiden bukan berasal dari Jokowi. Menurutnya, gagasan tersebut lahir dari pemikiran menko yang sebenarnya tidak memiliki kewenangan di bidang politik.
Masinton menyatakan, sosok menko yang telah menggagas ide penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden seharusnya mengundurkan diri setelah Jokowi mengumumkan bahwa Pemilu 2024 tetap digelar pada 14 Februari, sesuai kesepakatan di Komisi II DPR RI.
Baca Juga:
KPU Tapanuli Tengah Tolak Pendaftaran, Masinton Pasaribu: Aturan Tidak Jelas!
"Ketika presiden secara kesatria mengambil alih tanggung jawab dan meluruskan tindakan keblinger dan kesemena-menaan bawahannya, seharusnya menko tersebut secara kesatria mundur dari seluruh jabatannya. Apalagi telah menyebarkan big data hoaks kepada masyarakat Indonesia," ucap Masinton.
Lebih lanjut, Masinton menyatakan rencana unjuk rasa mahasiswa yang disebut untuk menyerukan penolakan penundaan pemilihan umum dan perpanjangan masa jabatan presiden harus dimaknai sebagai kritik dan perlawanan anak muda terhadap elite tua yang rakus jabatan dan serakah ingin menguasai sumber daya kekayaan alam Indonesia.
Bahkan, sambungnya, berupaya membajak konstitusi serta menenggelamkan demokrasi.
Ia mengingatkan, esensi dari perjuangan gerakan reformasi dan demokrasi 1998 adalah membatasi kekuasaan.
"Tanpa adanya pembatasan kekuasaan secara demokratis akan melahirkan kesemena-menaan atau tiran, berwatak rakus dan serakah atau oligarki kapitalis," ujar anggota Komisi XI DPR tersebut.
"Panjang umur pemuda Indonesia melawan keserakahan elite tua rakus pembajak konstitusi," sambungnya.
Sebagai informasi, wacana penundaan Pemilu 2024 mencuat dalam beberapa waktu terakhir. Sejumlah partai seperti PKB, Golkar, dan PAN menyatakan sepakat Pemilu ditunda. Wacana ini mendapatkan kritis keras dari banyak pihak. Diketahui, hulu dari semua arahan kepada partai politik bersumber dari Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Sebelum Masinton, pekan lalu Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul kepada wartawan dengan lugas menyatakan Luhut memiliki kekuatan atau power politik kuat.
Hal tersebut disampaikannya saat dimintai respons terkait pernyataan Jokowi meminta menteri-menterinya setop bicara wacana penundaan pemilu hingga perpanjangan masa jabatan. Pacul berkelakar mungkin hanya Luhut satu-satunya menteri yang kebal instruksi Jokowi.
"Kalau Pak Luhut ya, monggo saja, bisa evaluasi sendiri, ha ha ha. Kan banyak orang yang mengatakan beliau prime minister. Menteri utama. Menko kan menteri utama bos," kata dia kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6).
"Tapi orang juga paham sekali betapa Pak Luhut sangat kuat. Power politiknya kuat," tambah Pacul.
Merespons hal tersebut, juru bicara Menko Marves, Jodi Mahardi membantah pernyataan PDIP soal status atasannya di dalam pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin.
Jodi menyampaikan Luhut bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Dia membantah anggapan bahwa kekuatan atau power politik Luhut terlalu kuat.
"Kalau dibilang power politiknya kuat, saya rasa enggak begitu. Sebagai Menko, wajar kalau Pak Menko sering melakukan koordinasi lintas kementerian," kata Jodi melalui pesan singkat, Jumat (8/4).
Jodi mengakui Luhut memang beberapa kali berkoordinasi dengan instansi di luar ranahnya. Namun, hal itu dilakukan karena diperlukan koordinasi lintas kementerian.
"Semua semata untuk menjalankan amanah yang diberikan oleh Presiden," tuturnya. [rsy]