WahanaNews.co | Pemerintah dinilai harus membuat peraturan teknis untuk menindaklanjuti salah satu putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU Pilkada.
Hal ini dilontarkan oleh Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi.
Baca Juga:
Fathul Anwar : Masyarakat Rohil Harus Bersatu Dukung Asset Dalam Pilkada 2024.
Ahmad menilai pemerintah perlu membuat peraturan teknis menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi Pasal 201 ayat 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) terkait pengangkatan penjabat kepala daerah.
"Langkah itu agar nantinya penjabat (Pj) kepala daerah bekerja sesuai ketentuan undang-undang yaitu bersikap netral, objektif dan tidak menjadi mesin kepentingan politik pihak tertentu," kata Baidowi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (4/5/2022).
Pasal 201 ayat 10 UU Pilkada menyebutkan, "untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Baca Juga:
Forkopimda Kalimantan Utara Gelar Rapat Koordinasi Deklarasi Pilkada Damai 2024
Pasal 201 ayat 11 UU Pilkada disebutkan, "untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Wali Kota, diangkat penjabat Bupati/Wali Kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Wali Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Baidowi menjelaskan, Pasal 201 ayat 10 dan 11 UU Pilkada secara tegas mengatur mengenai pengisian penjabat kepala daerah, dan diperkuat Putusan MK nomor 67/PUU-XIX/2021 dan perkara nomor 15/PUU-XX/2022 yang menegaskan bahwa ketentuan pasal 201 konstitusional.
"Karena ada 101 kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2022, maka sebagaimana ketentuan perundang-undangan pemerintah harus menunjuk penjabat kepala daerah di 101 daerah tersebut," ujarnya.