WahanaNews.co, Jakarta - Pemohon uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK) meminta agar pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih dilakukan selambat-lambatnya tiga bulan setelah penetapan oleh KPU RI.
Desy Natalia Kristanty, salah satu pemohon, menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menunda pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih karena hasil penetapan pasangan terpilih sudah final dan tidak dapat diganggu gugat.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
"Kami berpendapat bahwa tidak ada alasan untuk menunda, apalagi membatalkan pelantikan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka karena pemilu telah selesai," kata Desy dalam pernyataan tertulisnya, dikutip Kamis (18/7/2024).
"Keputusan MK dan ketetapan KPU atas hasil Pilpres sudah jelas. Tahap selanjutnya adalah pelantikan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 9," tambahnya.
Menurut Desy, semua prosedur untuk melantik Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih sudah terpenuhi, sehingga tidak perlu ada penundaan lebih lanjut.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Dia juga mengkritik jeda waktu yang panjang antara penetapan KPU pada April 2024 dan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2024.
Desy menyebutkan bahwa jeda waktu yang lama ini menghambat efektivitas pemerintahan saat ini, karena presiden yang menjabat tidak leluasa membuat kebijakan strategis dan kekuasaannya berkurang.
Situasi ini, menurut Desy, menyebabkan kevakuman pemerintahan selama delapan bulan dan bisa menimbulkan disorientasi pemerintahan.
Sebelumnya, MK menggelar sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Rabu (17/7/2024). Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim MK Arsul Sani, didampingi Anwar Usman dan Arief Hidayat.
Gugatan tersebut diajukan oleh lima orang pemohon, yaitu Audrey G. Tangkudung, Rudi Andries, Desy Natalia Kristanty, Marlon SC Kansil, dan Meity Anita Lingkani.
Dalam permohonannya, MK diminta merevisi bunyi Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu. Mereka meminta pasal tersebut turut mengatur pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih paling lambat tiga bulan setelah ditetapkan oleh KPU.
“Majelis Yang Mulia dapat mempertimbangkan hal ini untuk dapat memasukkan atau tambahan daripada Pasal 416 ayat (1), paling tidak selambat-lambatnya tiga bulan dilantik untuk menjadi presiden yang terpilih dan tetap oleh MPR,” ujar Daniel yang disiarkan secara daring, Rabu (17/7/2024).
Di ruang sidang MK, Pemohon Desy Natalia Kristanty mengungkapkan bahwa pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih saat ini sejak ditetapkan oleh KPU terlalu lama, yakni delapan bulan.
“Kami meminta kepada MK diterbitkannya norma baru soal percepatan waktu pelantikan,” kata Desy. Adapun Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu berbunyi “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia”.
Lewat uji materi ini, pemohon meminta agar isi pasal ditambah kalimat “apabila calon presiden dan calon wakil presiden terpilih telah memperoleh suara pada pemilu putaran pertama lebih dari 50 persen dan setelah ditetapkan oleh KPU maka MPR harus segera melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih selambat-lambatnya pada tiga bulan setelah ditetapkan oleh KPU”.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]