WahanaNews.co | Penangkapan Didit Wijayanto Wijaya, tersangka kasus perintangan penyidikan terkait korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menuai kritik dari tim kuasa hukum.
Antoni Silo, kuasa hukum Didit menilai penahanan kliennya merupakan sebuah kriminalisasi.
Baca Juga:
Ari Yusuf Amir Eks Tim Hukum Anies-Imin Jadi Pengacara Tom Lembong
Antoni mengatakan kliennya yang juga berprofesi sebagai avokat tidak seharusnya diperlakukan semena-mena.
Apalagi, menurutnya advokat juga merupakan penegak hukum.
“Buat kami, ini kriminalisasi advokat. Advokat itu penegak hukum, dilindungi undang-undang dan segala macam. Kejaksaan itu tahu harusnya,” ujar Antoni di PN Jaksel, Senin (17/1).
Baca Juga:
Kasus Suap Ronald Tannur, Pengacara Dini Klaim Ditawari Nyaris Rp1 Miliar
Antoni juga menilai alasan penahanan kliennya seperti penghilangan barang bukti hanya mengada-ada.
Antoni mengatakan kliennya tidak menguasai barang bukti sehingga mustahil jika menghilangkannya.
Lebih lanjut, Antoni meminta kepada pihak Kejaksaan Agung agar mengawasi kinerja jaksa agar tidak bertindak sewenang-wenang.
Menurutnya, tindakan sewenang-wenang kejaksaan sangat berbahaya dalam hal penegakkan hukum.
“Bagaimana orang awam? Tolong diperiksa orang di bawah-bawah ini,” tutup Antoni
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Didit sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI Tahun 2013-2019.
Didit langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejagung.
Didit merupakan seorang pengacara 7 saksi dugaan tindak pidana korupsi di LPEI.
Ketujuh saksi tersebut kini seluruhnya juga menjadi tersangka.
Didit dianggap mempengaruhi 7 saksi agar tidak memberikan keterangan mengenai dugaan korupsi LPEI dan ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat nomor: TAP-46/F.2/Fd.2/11/2021 tanggal 30 November 2021.
Perbuatan tersangka terancam dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; atau Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [qnt]