WahanaNews.co, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi akan mempertimbangkan jumlah suara sekitar 96 juta yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam mengambil keputusan mengenai perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
Hal itu diungkapkan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Ujang menyatakan bahwa jumlah suara rakyat yang mencapai sekitar 96 juta untuk Prabowo-Gibran merupakan rekor dalam sejarah pilpres dunia.
Ia juga menambahkan bahwa Prabowo akan menjadi presiden dengan jumlah pemilih terbanyak di dunia, serta telah menerima banyak ucapan selamat dari kepala negara lain.
Menurutnya, keputusan MK akan sangat dipengaruhi oleh bukti-bukti yang disampaikan dalam sidang PHPU Pilpres 2024, bukan hanya oleh jumlah suara yang diperoleh oleh pasangan calon tertentu.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Saya melihat hakim akan mempertimbangkan dengan objektif bukti-bukti dan fakta-fakta di persidangan," ujarnya, melansir Antara, Senin (22/4/2024).
Ujang menjelaskan dalam masalah hukum, pemohon dituntut memberikan bukti-bukti yang valid agar permohonan mereka bisa dikabulkan oleh hakim.
Namun, jika bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon tidak kuat maka sudah dipastikan permohonan mereka akan ditolak.
"Kalau hukum ini kan soal pembuktian. Jadi, kalau kubu 01 dan 03 tidak bisa membuktikan kecurangan, ya tidak bisa. Artinya, kalau buktinya lemah, nggak valid, kemungkinan akan ditolak, kecuali kalau buktinya kuat," katanya menegaskan.
Dikatakan Ujang, dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 di MK, bukti-bukti yang dimunculkan atau diberikan di persidangan MK tidak terlalu kuat untuk bisa dikatakan bahwa ada sebuah kecurangan dalam hasil kemenangan yang diraih Prabowo-Gibran.
"Karena bagaimanapun kalau hukum bicara soal alat bukti yang harus riil, nyata dan ada duga-dugaan itu," katanya.
Ujang mencontohkan soal tudingan kecurangan bansos dari kubu 01 kubu 03 sehingga dihadirkan empat menteri di kabinet Jokowi.
Tetapi, justru kehadiran para menteri itu semakin membuktikan bahwa tidak ada politisasi bansos seperti yang dituduhkan.
"Ternyata kehadiran menteri di persidangan itu tidak menguntungkan 01, tidak menguntungkan 03 juga, bahkan menguntungkan 02," jelasnya.
Oleh sebab itu, tudingan terjadinya kecurangan melalui bantuan sosial oleh 02 tidak mampu dibuktikan oleh pemohon hingga peluang ditolaknya permohonan capres 01 dan 03 sangat besar terjadi.
"Saya melihat masa iya dengan suara yang besar itu didiskualifikasi, masa iya dibatalkan, kan tidak ada sejarahnya didiskualifikasi, tidak ada juga sejarahnya pembatalan kecuali ada pengulangan di beberapa TPS. Kalaupun itu ada dugaan kecurangan yang terbukti,” katanya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]