WahanaNews.co | Kapolsek Wasile Selatan Ipda Jeremmy Theo Denoselli dan Kanit Reserse Kriminal (Reskrim) Bripka Safrudin Ishak dilaporkan Nasrun Abubakar ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Maluku Utara. Keduanya diduga melakukan pemerasan senilai belasan juta rupiah.
Korban berprofesi sebagai pedagang. Keluarga Nasrun, Djasman Abubakar mengatakan dua pejabat kepolisian di Kabupaten Halmahera Timur tersebut sudah dilaporkan ke Mapolda Malut sejak Selasa (8/11). Laporan itu terkait perbuatan melawan hukum.
Baca Juga:
Polres Subulussalam Gelar Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2024
"Di tengah Polri kembali membangun citranya, justru dinodai dengan kelakuan nakal dua oknum pejabat di Polsek Wasile Selatan Haltim," kata Djasman di Mapolda Malut.
Ia menceritakan, awalnya pada 1 September 2022, Nasrun ditangkap Bripka Alex, anggota Polsek Wasile Selatan. Saat itu dia menjual minyak tanah eceran kepada warga di Desa Tomares, Wasile Selatan.
Sesaat setelah ditangkap, melalui pembicaraan telepon, Kanit Reserse Bripka Safrudin meminta korban segera membawa mobil pikap beserta barang dagangannya (minyak tanah) ke Mapolsek Wasile Selatan guna penyelesaian masalah.
Baca Juga:
Irjen Pol Karyoto Mutasi 11 Kapolsek di Jakarta
Setelah korban tiba di Mapolsek, mobil pikap beserta muatannya langsung ditahan. Kemudian Bripka Safrudin melalui pembicaraan telepon menyuruh korban pulang ke rumahnya di Desa Domato, Halmahera Barat. Nasrun diminta kembali keesokan harinya pada 2 September untuk dimintai keterangan.
Namun setelah kembali ke Mapolsek sekira pukul 15.00 WIT, Nasrun justru disuruh pulang kembali dengan alasan menunggu kedatangan Kapolsek Wasile Selatan dari luar kota.
"Selang dua hari, korban kemudian ditelepon Kanit yang dalam percakapan itu meminta ditransfer uang sebesar Rp 1 juta guna memudahkan pengurusan kasus," kata Djasman.
Pada hari itu juga Nasrun langsung memenuhinya. Ia mentransfer uang Rp 1 juta ke rekening BRI Nomor 521301006853534 milik Bripka Safrudin.
Pada Selasa, 6 September pukul 10.00 WIT, Nasrun menelepon kembali Bripka Safrudin menanyakan penyelesaian kasusnya. Saat itu Bripka Safrudin memerintahkan Nasrun segera datang ke Mapolsek untuk berbicara langsung dengan Kapolsek.
"Ternyata begitu korban tiba di kantor Polsek, Kanit mengatakan bahwa Kapolsek sedang tidak berada di tempat. Kemudian Kanit pun langsung membebani korban untuk membayar uang tebusan sebesar Rp15 juta," ungkapnya.
Terkait uang tebusan tersebut, Bripka Safrudin juga menyampaikan kepada Nasrun bahwa dirinya mendapat pesan WhatsApp dari Kapolsek yang isinya mengatakan bahwa jangan dilihat keuntungan dari penjualan minyaknya, tapi yang harus dilihat adalah kasusnya.
Esok harinya, Bripka Safrudin berulang-ulang menelepon Nasrun, namun telepon itu tidak diangkatnya karena merasa sangat kecewa dengan permintaan uang tebusan yang terlalu besar.
Lantaran telepon tak diangkat, Kanit menyusul mengirimkan SMS yang isinya, "Bos, kenapa saya telepon tidak diangkat-angkat?".
"Jadi saudara saya kemudian membalas pesan dari Kanit itu dengan isi pesannya itu 'mohon maaf, bukannya saya tidak mau angkat, tapi untuk sementara saya lagi pusing mencari uang tebusan sebesar itu. Sampai saat ini belum saya dapat. Nanti kalau sudah ada baru saya ke Polsek untuk menebus kesalahan saya'," kata Djasman.
Setelah negosiasi dengan Bripka Safrudin, uang tebusan penyelesaian perkara itu diturunkan menjadi Rp10 juta. Karena masih tak sanggup dengan permintaan itu, Nasrun pun menjual sebidang tanah di kampung halamannya untuk menebus permintaan tersebut.
Setelah uang tebusan berhasil dikumpulkan, Nasrun menghubungi Bripka Safrudin menanyakan apakah uangnya ditransfer seperti sebelumnya. Namun, Bripka Safrudin meminta Nasrun datang langsung ke kantor dan menyerahkan uang itu.
Korban pun mengiyakan permintaan itu dan mendatangi Polsek Wasile Selatan bersama rekannya Ridwan Khairun pada 25 September.
Usai menyerahkan uang tebusan itu Nasrun menandatangani surat pernyataan yang telah disiapkan. Namun barang-barang miliknya yang ditahan hanya sebagian dikembalikan kepadanya.
"Barang dagangan berupa 44 jerigen minyak tanah beserta alat ukurnya kosong, hanya yang dikembalikan itu kendaraan roda empatnya saja," kata Djasman.
Djasman mengatakan begitu mendengar kejadian tersebut, ia pun menghubungi Bripka Safrudin untuk mempertanyakan persoalan yang terjadi. Ia mengatakan akan melaporkan perbuatan kedua oknum pejabat tersebut ke Polda Maluku Utara atas dugaan tindak pidana pemerasan.
Namun, penyampaian Djasman itu justru mendapat respons negatif dari Bripka Safrudin. Ia menyatakan akan memproses kembali kasus Nasrun.
"Olehnya itu, selain ke Polda saya juga ancam balik tindakan kedua oknum ini ke Kompolnas dan ke Mabes Polri," ujarnya.
Kabid Humas Polda Malut Kombes (Pol) Michael Irwan Thamsil ketika dikonfirmasi pada Senin (14/11) menyatakan laporan tersebut tengah diproses Polda.
"Itu sudah ada laporan di Propam, dan itu masih pemeriksaan saksi-saksi," kata Michael.
Ia menambahkan, penanganan kasus tersebut tetap dilanjutkan secara profesional sesuai aturan yang berlaku.
"Kita proses sesuai hukum yang berlaku. Kemarin semua saksi-saksi kita sudah periksa," ujarnya. [rds]