WahanaNews.co | Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 64/PUU-XX/2022 di Jakarta, Rabu (31/8).
Baca Juga:
Tak Ada Kapoknya, Pria Ini 238 Kali Ikut Pemilu dan Selalu Kalah
Mengutip dari situs MK, pada uji materi tersebut, PSI yang diwakili Ketua Umum Giring Ganesh Djumaryo dan Sekretaris Jenderal Dea Tunggaesti itu mempersoalkan Pasal 173 ayat 1 UU Pemilu.
Pasal itu berbunyi: "Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh KPU."
Menurut PSI di dalam permohonannya, Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Pasalnya mereka menilai ada diskriminasi terhadap parpol nonparlemen yang ingin mengikuti Pemilu 2024 mendatang.
Baca Juga:
Panggil Presiden ke Sidang MK, Hakim Arief Hidayat: Kelihatannya Kurang Elok
"Persoalan konstitusional dalam permohonan a quo adalah adanya pembedaan perlakuan terkait dengan verifikasi partai politik, khususnya verifikasi secara faktual yaitu antara partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos/memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 dengan Pemohon yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 namun tidak lolos/memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 ataupun dengan partai politik baru," ujar Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul membacakan pertimbangan hukum MK.
Berkaitan dengan persoalan konstitusional dimaksud dalam permohonan a quo, kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Mahkamah telah menyatakan pendiriannya terkait verifikasi partai politik peserta Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu. Itu, sambungnya, telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020.
Dissenting Opinion 3 Hakim Konstitusi