WahanaNews.co | Korban pemerkosaan di Rokan Hulu, Riau, mengaku mengalami intimidari dari personel kepolisian. Dia dan suaminya bahkan diancam dan dipaksa agar mau menandatangani surat perdamaian dengan pelaku.
Berdasarkan pengakuan keluarga korban, intimidasi itu dilakukan dua personel kepolisian. Aksi keduanya juga sempat direkam.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
"Iya itu video direkam sama istri saat kedua anggota polisi itu datang ke rumah kami," ujar S, suami korban Z (19), Rabu (8/12).
S menceritakan, pengancaman itu terjadi pada 21 November lalu, tak lama setelah mereka melaporkan 4 orang pelaku pemerkosa Z. Meski 4 orang dilaporkan, namun polisi baru menindak 1 orang saat itu.
Kedua polisi yang datang ke rumah mereka yaitu Kanit Reskrim Polsek Tambusai Utara, Bripka JL dan seorang anggotanya. "Waktu itu yang datang Kanit sama penyidiknya. Mereka datang ke rumah kami di Mahato sambil marah-marah dan mengancam," jelas S.
Baca Juga:
Melawan dengan Senjata, Begal Sadis Ditembak Mati di Deli Serdang
Menurut dia, kedua polisi itu datang lantaran mereka tidak mau berdamai dengan DK. Pria ini dilaporkan Z telah memerkosanya sekaligus membanting bayinya yang masih berusia 2 bulan.
S menyebutkan, para anggota Polsek Tambusai Utara itu meminta agar mereka mau berdamai dengan pelaku. "Sebelumnya kami disuruh ke Polsek. Di Polsek, kami disuruh tanda tangan surat perdamaian dengan pelaku," jelas S.
Tawaran damai itu ditolak S. Namun dia dan istrinya tetap dipaksa untuk menandatangani selembar surat yang telah diketik polisi, yakni surat damai.
"Saya bilang tidak mau damai, tapi tetap diketiknya dan suruh tanda tangan. Itu kejadian di Polsek. Lalu saya hubungi keluarga, saya disuruh pulang," jelasnya.
Kemudian S membawa istrinya pulang dengan alasan akan berunding terlebih dahulu dengan keluarganya. "Lalu kami pulang, dan disuruh datang lagi besoknya. Tapi kami nggak datang," cerita S.
Karena S dan Z tak datang ke Polsek Tambusai Utara, Kanit Reskrim dan anak buahnya mendatangi rumah mereka. Di rumah korban, Kanit dan anak buah kembali meminta agar keduanya mau berdamai sambil mengancam menjadikan korban sebagai tersangka.
"Malamnya dia (kanit dan penyidik) datang, langsung maki-maki kami. Datang turun berdua, tetapi di mobil ada yang lain juga," katanya.
Saat S menanyakan alasan untuk berdamai, JL melontarkan kalimat kasar bahkan menghina Z.
"Saya bilang 'kenapa pak kami yang suruh tanda tangan berdamai, itu kan nggak bisa dipaksakan?'. Kanit tanya 'siapa yang bilang?' Saya jawab keluarga saya. Lalu dijawab 'Bilang sama dia, babi dia, pandai-pandaian dia'," kata S menirukan ucapan sang Kanit.
Agar memiliki bukti, S sempat meminta istrinya untuk merekam percakapan dan ancaman yang dilontarkan dua polisi Polsek Tambusai Utara itu.
"Saya kasih kode istri untuk merekam, itulah dibilang seperti di dalam video itu. Sampai dia mau pulang dibilang juga 'besok kalian kami angkat secara paksa. Kalau nggak dijadikan tersangka'. Dia memaki-maki, bilang anjing, babi ke kami sambil jalan ke mobil," bebernya.
Ancaman dan makian bukan baru kali itu diterima S dan istrinya. Saat diperiksa pun mereka kerap mendapat tekanan dan kata-kata kasar. "Sebenarnya bukan pertama kali ini, sudah berulang kali. Di polsek itu kata-kata mereka lebih parah, bahasa-bahasa kasar yang ada ke kami, padahal kami korban," sebut S.
"Makanya malam itu dia bilang 'Kalau mau lapor mau lapor siapa kamu?', kata kanit. Ya saya bingung, takut mau lapor siapa," kata S.
Dalam kasus ini, Z (19) mengaku diperkosa DK. Laki-laki itu mengancam akan membunuhnya jika mengadu. Dia juga memberi tahu teman-temannya.
Beberapa hari setelah korban diperkosa DK, tiga pelaku lain, J, M, dan, A, menculik korban dan membawanya ke sebuah bangunan ormas. Di sana, korban diperkosa secara bergilir bahkan dicekoki narkoba dan dikencingi.
Tiga pelaku lainnya berinisial J, M dan A, berulang kali memerkosa korban saat suaminya tidak di rumah. Korban diancam akan dibunuh jika membongkar kasus itu.
Ditangani Propam Polda Riau
Kapolres Rokan Hulu AKBP Eko Wimpiyanto yang dikonfirmasi membenarkan ada video beredar terkait intimidasi dan pengancaman yang dilakukan anggotanya. Dia menegaskan akan memproses anggotanya.
"Iya video itu benar. Sudah saya tanyakan ke anggota dan kita akan pastikan proses," ujar Eko saat dihubungi, Rabu (8/12).
Dia mengaku telah menelusuri video itu. Selanjutnya, proses internal akan dilakukan Propam Polda Riau.
"Kasus itu sudah kita serahkan ke Bidang Propam Polda Riau. Anggota yang di video akan diperiksa," ucap Eko. [rin]