WahanaNews.co | Korea Selatan (Korsel) memberikan diskon bagi Indonesia dalam proyek jet tempur KFX/IFX yang bernilai 8,1 triliun won (Rp 97,6 triliun).
Kedua negara patungan pada proyek tersebut.
Baca Juga:
Mabes TNI Kirim Prajurit Terbaiknya Ikuti Latihan Integrasi Di Australia
Berdasarkan laporan Yonhap, Senin (15/11/2021), proyek KFX sangatlah signifikan bagi angkatan udara Korea Selatan.
Indonesia membayar 20 persen dana untuk proyek KFX.
Defense Acquisition Program Administration (DAPA) dari Korsel berkata, Indonesia mendapat potongan 100 miliar won (Rp 1,2 triliun).
Baca Juga:
Panglima TNI Tinjau Kesiapan Puncak Peringatan HUT Ke-79 TNI di Monas
Indonesia masih harus membayar 1,6 triliun won (Rp 19,2 triliun).
Pihak Korsel-Indonesia masih terus berdiskusi mengenai pembayaran, pasalnya Indonesia menunggak sekitar 800 miliar won (Rp 9,6 triliun).
"Indonesia mungkin kesulitan untuk langsung melunaskan pembayaran yang menunggak karena situasi yang sangat sulit, termasuk pandemi Covid-19,” ujar seorang pejabat DAPA.
"Tetapi negosiasi-negosiasinya telah berlanjut berdasarkan kepercayaan bersama," pungkasnya.
Pesawat Lokal Makin Disorot
Sementara di dalam negeri, industri kedirgantaraan nasional kini semakin berkembang pesat, salah satunya pesawat N219 yang terus dikembangkan demi menunjang kebutuhan transportasi dalam negeri.
Terkait hal tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Ayodhia GL Kalake, melaksanakan kunjungan lapangan ke PT. Dirgantara Indonesia pada Jumat (12/11/2021) kemarin.
PT Dirgantara Indonesia selama ini aktif memproduksi alat kedirgantaraan khususnya pesawat terbang.
Pesawat N219 merupakan pesawat komersial yang sedang dikembangkan yaitu dengan diproduksinya pesawat N219 jenis amphibi (N219A).
Pesawat ini dapat melakukan lepas landas dan pendaratan di permukaan air.
Tentunya, pesawat ini begitu sesuai dengan karakteristik Nusantara sebagai negara kepulauan.
Kemenko Marves sangat mendorong pengembangan pesawat N219 Amphibi ini karena kegunaaan sangat diperlukan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
“Pesawat ini telah diproduksi dengan mengedepankan TKDN, sehingga hasil karya dalam negeri ini tentu mendukung pengembangan konektivitas darat dan laut di indonesia,” kata Deputi Ayodhia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (13/11/2021).
Fleksibilitas yang dimiliki pesawat ini mampu mencakup darat, danau dan sungai besar, hingga teluk dan laut.
Selain itu, amphiport (airport untuk pesawat amphibi) dapat dibangun dengan lebih mudah dan murah dibandingkan dengan airport pada umumnya.
“Pesawat ini mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor, seperti layanan pariwisata, layanan perjalanan dinas pemerintahan, oil and gas company, layanan kesehatan masyarakat, SAR dan penanggulangan bencana, dan pengawasan wilayah Maritim,” ungkap Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban. [dhn]