WAHANANEWS.CO, Jakarta - Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), putra dari pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), termasuk di Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Berdasarkan penyelidikan Kejaksaan Agung, MKAR merupakan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan berperan sebagai broker dalam tender impor minyak mentah.
Baca Juga:
Kasus Pagar Laut Tangerang, Bareskrim Tahan Empat Tersangka
Ia bersama dua tersangka lain dari sektor swasta diduga telah menetapkan harga tinggi sebelum tender resmi dilaksanakan.
Saat ini, MKAR telah ditahan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM PIDSUS) di Rutan Salemba.
"Berdasarkan bukti awal yang cukup, penyidik menetapkan tujuh tersangka, termasuk MKAR sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa," ungkap Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa (25/2).
Baca Juga:
Usai Ditahan KPK di Kasus Harun Masiku, Berikut Pernyataan Lengkap Hasto
• Selain MKAR, enam tersangka lainnya adalah:
• Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
• Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
• Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional
• Agus Purwono – Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional
• Gading Ramadhan – Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
• Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara
Penyidik menemukan adanya konspirasi dalam pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional serta produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Para tersangka diduga mengatur proses tender agar sesuai dengan kepentingan mereka, termasuk menetapkan broker tertentu sebagai pemenang dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi yang tidak memenuhi standar persyaratan.
Dalam kasus pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan diketahui membeli bahan bakar Ron 90 atau lebih rendah, kemudian mencampurnya (blending) di tempat penyimpanan agar seolah-olah menjadi Ron 92, praktik yang dilarang dalam industri minyak dan gas.
Selain itu, terdapat indikasi mark-up kontrak pengiriman (shipping) oleh Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Akibatnya, negara harus membayar biaya tambahan sebesar 13-15 persen secara ilegal, yang menguntungkan MKAR dari transaksi tersebut.
Penyelidikan kasus ini telah berlangsung sejak tahun lalu, dengan surat perintah penyidikan (Sprindik) pertama diterbitkan pada 24 Oktober 2024.
Hingga kini, tim penyidik telah memeriksa 96 saksi dan menyita 969 dokumen serta 45 barang bukti elektronik.
Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun, yang terdiri dari:
Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun
Kerugian impor minyak mentah melalui broker: Rp2,7 triliun
Kerugian impor BBM melalui broker: Rp9 triliun
Kerugian akibat pemberian kompensasi (2023): Rp126 triliun
Kerugian akibat pemberian subsidi (2023): Rp21 triliun
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]