WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ribuan laporan dari masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi sepanjang paruh pertama tahun ini, mencerminkan besarnya harapan publik terhadap pemberantasan praktik korupsi di Indonesia.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengungkapkan bahwa selama periode Januari hingga Juni 2025, lembaganya menerima sebanyak 2.273 pengaduan dari masyarakat.
Baca Juga:
Satu Bulan Lebih Laporan Kasus Penganiayaan Jalan Ditempat, Pelapor Soroti Kinerja Polsek Bangko
“Selama Januari–Juni 2025 ini ada sebanyak 2.273 pengaduan,” ujar Fitroh dalam Konferensi Pers Kinerja Semester I 2025 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/8/2025).
Dari jumlah tersebut, sebanyak 254 laporan dinyatakan tidak lengkap setelah dilakukan proses verifikasi awal oleh tim KPK.
Fitroh menjelaskan bahwa sebagian besar dari laporan yang tidak lengkap tersebut ternyata tidak melibatkan penyelenggara negara ataupun unsur dugaan korupsi.
Baca Juga:
Sidang Kasus Sekjen PDIP Digelar Hari Ini, Eks Ketua KPU Arief Jadi Saksi
“Banyak hal ternyata bukan penyelenggara negara, tidak ada unsur korupsinya,” katanya.
Selain itu, KPK juga menerima 325 laporan yang berkaitan dengan tindakan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara.
Di luar itu, terdapat 126 laporan lain dengan berbagai keterangan tambahan serta 103 pengaduan terkait dugaan praktik suap.
Laporan-laporan ini tengah dianalisis lebih lanjut oleh KPK untuk menentukan tindak lanjut yang sesuai dengan aturan dan kewenangan lembaga.
Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat masih aktif menyuarakan dugaan korupsi, meskipun tidak semua laporan masuk dalam kategori yang dapat ditangani oleh KPK secara langsung.
Sebelumnya, lembaga antirasuah ini juga menyampaikan bahwa pelaku korupsi saat ini dinilai semakin lihai dalam menyembunyikan jejak kejahatan mereka, sehingga operasi tangkap tangan (OTT) di tahun ini baru dilakukan sebanyak dua kali.
Namun KPK menegaskan bahwa strategi penindakan tetap berjalan dan tidak hanya bergantung pada OTT, melainkan juga pada pemulihan kerugian negara dan penguatan sistem pencegahan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]