WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menilai bahwa masyarakat tidak perlu berpolemik soal hak politik Presiden dan para Menteri untuk ikut berkampanye selama masa pemilu. Pasalnya, Presiden dan para Menteri sama dengan warga negara lainnya.
Pendapat ini ia utarakan untuk merespons pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan seorang presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilihan presiden (pilpres) selama mengikuti aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.
Baca Juga:
Pemohon Uji Materi UU Pemilu Desak Percepatan Pelantikan Presiden Terpilih
"Sebagai warga negara, presiden dan para menteri harus diperlakukan sama dan setara dengan warga negara lainnya. Justru jika ada upaya untuk melarang mereka berpihak, malah itu akan melanggar prinsip jurdil dalam pemilu. Semua harus jujur, semua harus adil. Semua harus diperlakukan secara adil," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (25/01/24).
Dia melanjutkan, dalam praktiknya presiden sering sekali berpihak dalam pemilu. Terutama saat pemilu untuk kelanjutan periode kedua bagi dirinya.
Dalam kasus seperti ini, presiden tentu harus kampanye untuk meraih kemenangan koalisinya. Oleh karena itu, secara politik presiden tidak mungkin netral, apalagi lawan politiknya melakukan perlawanan yang cukup ketat.
Baca Juga:
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo-Gibran, tetapi Rakyat Lebih Percaya Mereka
"Kan tidak ada larangan presiden kampanye? Bahkan, penyelenggara pemilu memberikan waktu untuk kampanye. Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri juga begitu. Silahkan diperiksa dan dipelajari. Malah aneh sekali jika ada presiden yang mau maju kedua kalinya, lalu ambil posisi netral, tidak berpihak, tidak kampanye," papar dia.
Wakil Sekretaris TKN Prabowo-Gibran ini melanjutkan, yang dilarang adalah menggunakan fasilitas negara untuk meraih kemenangan. Itu yang harus diawasi secara ketat.
Maka dari itu, ia pun mengundang semua pihak untuk melakukan pengawasan. Jika mereka menemukan pelanggaran, diharapkan segera melapor ke pihak pengawas pemilu, dan bahkan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
"Sebagai warga negara, presiden harus taat aturan. Tidak boleh melanggar. Tidak boleh berbuat curang. Selama tidak ada pelanggaran, tidak boleh ada larangan yang menghilangkan hak politik presiden," ucapnya.
Menurut Saleh, para menteri juga memiliki hak yang sama. Terlebih, banyak menteri yang mendaftar sebagai calon anggota legislatif.
Dalam pantauannya, banyak gambar para menteri sebagai caleg yang tersebar di mana-mana. Mereka pun secara terbuka mengkampanyekan diri dan partainya, bahkan melakukan kegiatan-kegiatan persuasif untuk mendekati masyarakat.
"Apa kegiatan kampanye menteri seperti ini mau dilarang? Apa keberpihakan pada diri dan partainya salah? Apa boleh menteri dilarang mencalonkan diri jadi anggota legislatif?," tegas dia.
Oleh karena itu, Saleh berpendapat bahwa aturan yang ada perlu ditafsirkan secara komprehensif oleh semua pihak. Hal ini penting agar tidak ada upaya mengurangi hak politik presiden dan menteri hanya karena khawatir kalah bertanding.
"Jangan karena khawatir kalah bertanding, lalu ada upaya mengurangi hak politik yang secara alamiah melekat dalam diri presiden dan menteri yang juga adalah WNI," pungkas Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan seorang presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilihan presiden (pilpres) selama mengikuti aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.
Pernyataan Jokowi itu merespons kritik terhadap menteri-menteri yang berkampanye dalam Pilpres 2024. Menurut Jokowi, hal itu tidak melanggar.
"Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tetapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1) kemarin.
[Redaktur: Sandy]