WahanaNews.co | Tiga partai yakni Partai Demokrat, PKS dan PPP memenuhi syarat dalam hal kepemilikan kursi DPR untuk mendaftarkan capres-cawapres ke KPU jika mereka berkoalisi di Pilpres 2024.
Petinggi PPP Sandiaga Uno sebelumnya membuka opsi mengajak Demokrat dan PKS apabila Anies Baswedan digandeng Ganjar Pranowo.
Baca Juga:
Kasus Suap Hasbi Hasan, KPK Periksa Petinggi Demokrat
Berdasarkan UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, syarat bagi partai politik untuk mendaftarkan capres-cawapres adalah 20 persen kursi DPR atau 115 kursi hasil pemilu sebelumnya.
Apabila kepemilikan kursi DPR Demokrat, PKS dan PPP digabung, jumlahnya sudah melebihi syarat tersebut.
Partai Demokrat memiliki 54 kursi, PKS 50, sementara PPP 19. Jika ditotal menjadi 123 kursi DPR.
Baca Juga:
Daftar Lengkap 580 Anggota DPR Terpilih 2024-2029 Bakal Ikuti Pelantikan Hari Ini
Isu Partai Demokrat, PKS dan PPP berkoalisi muncul sejalan dengan dinamika yang berkembang sejauh ini.
Mulanya, Ketua DPP PDIP Said Abdullah mewacanakan Ganjar Pranowo berduet dengan Anies Baswedan.
Dia menilai dua tokoh tersebut masih muda dan sama-sama cerdas, sehingga patut dipertimbangkan.
Apabila itu terjadi, NasDem yang selama ini identik dengan Anies Baswedan berpotensi meninggalkan Partai Demokrat dan PKS.
Dilanjut dengan pernyatan Kepala Badan Pemenangan Pemilu PPP Sandiaga Uno.
Dia mengaku bakal mengusulkan kepada Plt Ketua Umum PPP Mardiono untuk membuka komunikasi dengan Demokrat dan PKS jika Ganjar-Anies berduet.
Menurut Sandi, Demokrat, PKS dan PPP bisa bekerja sama membentuk koalisi baru di Pilpres 2024.
"Saya akan mengusulkan ke Pak Mardiono jika akhirnya yang dipilih itu Ganjar-Anies. Kita mengajak mas AHY dan Demokrat dan juga PKS untuk berjuang bersama," kata Sandi di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (23/8).
Plt Ketua Umum PPP Mardiono pun mengatakan bahwa pengajuan Sandiaga Uno sebagai cawapres Ganjar Pranowo bukan opsi final.
Apalagi, hingga saat ini belum ada kandidat cawapres pendamping Ganjar Pranowo yang ditentukan.
"Nah apakah kemudian keputusan itu haram untuk dirubah? tidak, ya keputusan itu bisa dirubah ya, bisa saja dirubah, tetapi juga ada mekanismenya," kata Mardiono di kawasan Senayan, Jakarta, belum lama ini.
[Redaktur: Zahara Sitio]