WahanaNews.co | Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) menilai bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat masih juga menerapkan strategi playing victims.
Penilaian itu disampaikan politikus PDI Perjuangan Aria Bima dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Senin (19/9/2022), lantaran SBY mengeluarkan pernyataan tentang Pemilu 2024 yang diduga telah diatur hanya ada dua pasangan kandidat capres dan cawapres.
Baca Juga:
Empat Pimpinan MPR RI Temui SBY Bahas Situasi Bernegara di Indonesia
“Karena biasa menggunakan strategi playing victims itu, Pak SBY,” ucap Aria Bima.
Bagi Bima, apa yang disampaikan SBY soal dugaan adanya ‘settingan’ pada Pemilu 2024 lebih karena bentuk refleksi diri.
Sebab, kata Aria Bima, SBY pada Pemilu 2004-2009 pernah mengatur bagaimana saat itu hanya ada dua pasangan kandidat.
Baca Juga:
Kepemimpinan Prabowo Berpotensi Kombinasikan Gaya Soekarno, Soeharto dan Jokowi & Slogan "Penak Jamanku To?"
“Saya tidak mengerti Pak SBY dengan statement itu, apa yang dikatakan bahwa akan terjadi gejala tidak jujur dan tidak adil apa dia terbayang sewaktu 2004 ke 2009, dia juga mengatur-atur untuk calonnya dua,” ungkap Aria Bima.
“Menurut saya mungkin dia ketakutan dengan hal-hal yang pernah dilakukan sendiri oleh Pak SBY, mungkin ini ya, kalau menurut saya calon dua itu adalah bagian dari proses konstitusi. Bahwa calon ini nanti adalah pemenangnya 50 persen plus 1.”
Bima Aria juga memberi penegasan kepada Partai Demokrat perihal proses kerja sama dalam Pemilu 2024.
Menurut Bima, jika Partai Demokrat akhirnya dalam proses Pemilu 2024 tidak dapat bekerja sama dengan banyak partai politik sehingga tidak bisa mengusungkan calonnya, seharusnya tidak lantas menuding ada kecurangan.
“Kalau Pak SBY, Pak AHY atau Demokrat tidak mendapatkan teman untuk bekerja sama dan tidak jadi diusung, prosesnya sangat demokratis, jangan itu kemudian dikatakan terjadi kecurangan,” ujar Bima Aria.
“Jadi menurut saya ini hanya upaya pencitraan beliau yang sering sekali dilakukan dalam rangka strategi untuk mendapatkan persepsi publik seolah-olah didzolimi kemudian posisi playing victims seperti inilah yang biasa dilakukan Pak SBY dalam rangka bermain untuk mendapatkan skenario electoral.”
Aria Bima juga menanggapi pernyataan Presiden Keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang menyebut dirinya akan turun gunung dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
"Ya kalau turun gunung ya saya kira silakan, mau naik gunung atau turun gunung. Persoalannya, entah dari gunung mana Pak SBY mau turun," kara Aria.
Politisi PDIP itu juga mempertanyakan sikap SBY yang hanya mengaitkan pernyataannya dengan Pemilu 2014 dan 2019.
"Kenapa tidak dikaitkan dengan Pemilu 2009 yang waktu itu sangat lebih tidak jujur, dalam persepsi publik," kata Aria.
Aria Bima juga menegaskan soal kejujuran dalam Pemilu, Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDI Perjuangan berbeda dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Presiden Jokowi dan Megawati, kata Aria, tidak pernah membuat skenario apalagi mengatur-atur pemilu.
“Pak Jokowi, Bu Mega sangat beda dengan Pak SBY, dia (Pak Jokowi, Bu Mega) tidak pernah mengatur-atur. Pak SBY kan dalam pemerintahan waktu itu, Bu Mega melaksanakan pemilu yang menang Pak SBY, tidak pernah mengatur-atur, menskenariokan,” kata Aria.
“Begitu juga dengan Pemilu 2014 tidak ada yang mengatur-atur.”
Aria mengaku, seyogianya ia tidak patut mengungkapkan hal tersebut kepada SBY yang tercatat pernah menjadi presiden dua periode. [qnt]